Pages

Subscribe:
Powered By Blogger

Rabu, 09 Mei 2012

PROTEIN


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang makan tumbuhan mengubah  protein nabati menjadi protein hewani. Di samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapt digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50 %, hidrogen 7 %, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan. Unsur ntrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen.
Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu dengan lain oleh ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Poedjiadi, A , 1994).
Protein pada bagian tubuh tanaman terdapat hampir dalam seluruh bagian tubuh tumbuhan. Protein ditemukan pada daun muda dan pada bagian tubuh lainnya seperti polong, dan buah . Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Tumbuhan menyerap unsur-unsur hara dalam tanah melalui akar dan disalurkan keseluruh bagian tanaman sampai ke daun sehingga tumbuhan membentuk protein dan melakukan perombakan (proses katabolisme).
Menurut Sopandi ( 2009), kekurangan protein pada tanaman sama dengan kekurangan Nitrogen karena pada tanaman terdapat 16% Nitrogen penyusun protein gejala kekurangannya yaitu:
a. Tanaman tumbuh kerdil,
b. Daun menguning karena kekurangan klorofil. Lebih lanjut mengering dan rontok.
c. Tulang-tulang di bawah permukaan daun muda tampak pucat.
d. Pertumbuhan tanaman lambat , kerdil dan lemah.
e. Produksi bunga dan biji rendah.
f. Jaringan tanaman mengering dan mati,
g. Tanaman akan mati atau kering apabila tidak diatasi
Metode Bradford melibatkan pengikatan Coomassie Briliant Blue pada protein dan merubah warnanya dari merah menjadi biru disebabkan karena pewarna tersebut diprotonasi oleh gugus amino dari lisin dan triptophan selanjutnya mengikat pada daerah hidrofobik protein sehingga mengubah warnanya menjadi biru. Pengikatan pewarna ini mengakibatkan perubahan absorbansi maksimum pewarna dari 365 menjadi 595 nm. Metode ini sangat cepat dan efisien. Pengikatan protein dengan pewarna terjadi setelah kira-kira 2 menit dan stabilitas warna selama satu jam. Tidak terdapat atau hanya sedikit gangguan dari kation seperti potasium atau karbohidrat seperti sukrosa. (echa, 2010).
Manusia memerlukan energi untuk melakukan kegiatan dan aktivitas seharihari, energi tersebut dapat diperoleh dari berbagai bahan makanan. Secara umum, bahan makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Protein merupakan biopolymer polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein merupakan biopolymer yang multifungsi, yaitu sebagai struktural pada sel maupun jaringan dan organ, sebagai enzim suatu biokatalis, sebagai pengemban atau pembawa senyawa atau zat ketika melalui biomembran sel, dan sebagai zat pengatur. (Hawab, 2004).
Protein juga merupakan makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering pada hampir semua organisme. Protein merupakan instrumen yang mengekspresikan informasi genetik. Protein mempunyai fungsi unik bagi tubuh, antara lain menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, mengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, dan memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ada yang reaktif karena asam amino penyusunnya mengandung gugus fungsi yang reaktif, seperti SH, -OH, NH2, dan –COOH. Contoh protein aktif adalah enzim, hormon, antibodi, dan protein transport. (Fessenden, 1986).
Reagen Bradford yang digunakan pada percobaan ini dibuat dengan cara melarutkan 100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 dalam 50 ml etanol 95% dan 100 ml 85% (w / v) asam fosfat. Kemudian diencerkan sampai 1 L dengan akuades. Reagen harus disaring melalui Whatman no. 1 filter kertas dan kemudian disimpan dalam botol kuning pada suhu kamar. Reagen yang disimpan harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan. (Rosenberg, 2004).
Protein yang ditemukan dalam lingkungan berair (yaitu polar) dinamakan “protein yang larut”. protein yang larut umumnya melipat menjadi bentuk globular dimana sebagian besar rantai polarnya  terletak pada protein dan  mengadakan kontak dengan air,dan sebagian besar rantai samping non polarnya berhimpun bersama dalam fase non polar yang membentuk inti lipatan protein.Pemisahan gugus non polar menjadi fase hidrofobik yang terpisah secara termodinamika menguntungkan karena memungkinkan pembentukan ikatan H yang jumlahnya maksimal sekitar melekul iar.Setiap molekul air mampu membentuk ikatan H dengan molekul airnya dan dengan gugus polar protein,tetapi rtidak dengan gugus nonpolar.Bila rantai samping non polar protein tetap mengadakan kontak dengan air,mereka membatasi jumlah ikatan H yang dapat dibentuk oleh molekul air sekitarnya (Colby,D.1985).

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui kandungan protein pada bagian-bagian tanaman.
2.      Untuk mengetahui konsentrasi protein dengan  metode Bradford
3.      Untuk mengetahui cara penghitungan kadar protein dalam bagian-bagian tanaman.


BAB 2. BAHAN DAN METODE

2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Tabung reaksi
2. Inkubator
3. Mikropipet (20, 200, dan 1000 ul)
4. Rak tabung reaksi
5. Spektrofotometer
6. mortar  pestle
2.1.2 Bahan
1. Coomassie brilliant blue G-250
2. 95% ethanol
3. 85% phosphoric acid
4. BSA (Bovine Serum Albumine) sebagai standart
5. Bradford reagent : 100 mg Coomassie brilliant blue G-250 dalam 50 ml ethanol 95% dan ditambahkan 100 ml (w/v) Phosporic acid dan tambahkan aquades sampai volume 1 lt. Saring larutan dengan kertas Whatman sebelum digunakan.
6. Daun Kopi

2.3 Cara Kerja
1.    Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum.
2.    Menimbang sampel yaitu daun kopi sebanyak 1 gram.
3.    Menggerus 1 gram sampel dengan mortar  pestle.
4.    Menambahkan 3 kali volume buffer ekstraksi yang mengandung (100 mM MOPS-NaOH (pH 7,5), 10 mM MgCl2, 1 mM EDTA, 10 mM β-2 mercaptoetanol,  dan 10% PVP.
5.    Memasukkan homogenat dalam 4 ependorf dan mensentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm 4ºC selama 10 menit.
6.    Mengambil supernatan dan menggunakannya ebagai sumber enzim (satu ependorf untuk pengukran protein).
7.    Memasukka sampel protein sebanyak 25 µl ke dalam tabung mikro sentifugasi kemudian diencerkan 4 kali dan diambil 20 µl dan menambahkan larutan buffer sebanyak 30 µl dan memvorteksnya.
8.    Menambahkan 950 µl reagen Bradfort dan memvorteksnya.
9.    15 menit kemudian, mengukur OD pada panjang gelombang 595 nm dengan menggunakan spektrofotometer tipe 2001
10. Menghitung kandungan protein sampel menggunakan grafik standart BSA.















BAB 3. HASIL PERCOBAAN

3.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pembuatan Standart  BSA
No. Tabung
Volume BSA(µL)
Larutan Buuffer(µL)
Reagent Bradford(µL)
Absorban Spektrofotometer
1
0
100
0
0,001
2
5
45
950
0,427
3
10
40
950
0,516
4
20
35
950
0,655
5
25
30
950
0,665

Tabel 2. Hasil Pengamatan Konsentrasi Protein pada Spectrofotometer
Sampel
A 595
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Biji Kopi
0,601
0,610
0,587
Daun Kopi
0,583
0,571
0,595
Biji Kakao
0,401
0,434
0,431
Daun Kakao
0,409
0,438
0,418

Grafik 1. Kurva Standart Larutan BSA
Tabel 3. Hasil Regresi Sampel
Sampel
y = 33,36x - 3,102
Mean
Stdev
UL 1
UL 2
UL 3
Biji Kopi
3,389
3,450
3,296
3,378
0,077
Daun Kopi
3,269
3,189
3,349
3,269
0,080
Biji Kakao
2,055
2,275
2,255
2,195
0,122
Daun Kakao
2,108
2,302
2,168
2,193
0,099

Perhitungan
Sampel 1 (Biji Kopi)
     Ulangan 1 = (33.36(0.601) – 3.102)/20x4 = 3.389
     Ulangan 2 = (33.36(0.610) – 3.102)/20x4 = 3.450
     Ulangan 3 = (33.36(0.589) – 3.102)/20x4 = 3.296
     Mean         = 3.389 + 3.450 + 3.296  = 3.378
                                            3
     Standart defiasi = 0.007

Sampel 2 (Daun Kopi)
     Ulangan 1 = (33.36(0.583) – 3.102)/20x4 = 3.269
     Ulangan 2 = (33.36(0.571) – 3.102)/20x4 = 3.189
     Ulangan 3 = (33.36(0.595) – 3.102)/20x4 = 3.349
     Mean         = 3.269 + 3.189 + 3.349  = 3.269
                                           3
     Standart defiasi = 0.080

Sampel 3 (Biji Kakao)
     Ulangan 1 = (33.36(0.401) – 3.102)/20x4 = 2.055
     Ulangan 2 = (33.36(0.434) – 3.102)/20x4 = 2.275
     Ulangan 3 = (33.36(0.431) – 3.102)/20x4 = 2.225
     Mean         = 2.005 + 2.275 + 2.225  = 2.195
                                            3
     Standart defiasi = 0.122

Sampel 3 (Biji Kakao)
     Ulangan 1 = (33.36(0.409) – 3.102)/20x4 = 2.108
     Ulangan 2 = (33.36(0.438) – 3.102)/20x4 = 2.302
     Ulangan 3 = (33.36(0.418) – 3.102)/20x4 = 2.168
     Mean         = 2.108 + 2.302 + 2.168  = 2.193
                                            3
     Standart defiasi = 0.099

Dari uraian tabel kita mendapatkan absorbansi dari tabel standart BSA, dengan tabung reaksi pertama sebagai control menghasilkan absorban 0,001. Tabung kedua dengan komposisi larutan BSA 5 µL + larutan buffer 45 µL+ reagent  Bradford 950 µL menghasilkan absorban  0,427.Tabung ke tiga  dengan komposisi larutan BSA 10 µL + larutan buffer 40 µL+ reagent  Bradford 950 µL menghasilkan absorban  0,516. Untuk tabung ke empat  dengan komposisi larutan BSA 20 µL + larutan buffer 35 µL+ reagent  Bradford 950 µL menghasilkan absorban  0,655. Dan tabung ke lima  dengan komposisi larutan BSA 25 µL + larutan buffer 30 µL+ reagent  Bradford 950 µL menghasilkan absorban  0,665.
            Untuk pengamatan tabel pada pengujian kadar protein dengan menggunakan alat Spektrofotometer pada bagian-bagian tanaman  menghasilkan data bahwa biji kopi ulangan pertama menghasilkan absorban sebesar 0,601. Untuk ulangan kedua menghasilkan absorban sebsar 0,610.Untuk ulangan ketiga menghasilkan absorban sebesar  0,587.Sedangkan pada pengujian konsentrasi protein pada daun kopi ulangan pertama menghasilkan absorban sebesar 0,583. Untuk ulangan kedua menghasilkan absorban sebesar  0,572. Untuk ulangan ketiga menghasilkan absorban sebesar  0,595. Sedangkan pada pengujian biji kakao Untuk ulangan pertama menghasilkan absorban sebesar  0,401. Untuk ulangan kedua menghasilkan absorban sebesar  0,434. Untuk ulangan ketiga menghasilkan absorban sebesar  0,431.Dan untuk pengujian konsentrasi protein pada daun kakao untuk ulangan pertama menghasilkan absorban sebesar  0,409. Untuk ulangan kedua menghasilkan absorban sebesar  0,438. Untuk ulangan ketiga menghasilkan absorban sebesar  0,418.
            Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi BSA yang diujikan maka jumlah konsentrasi protein juga semakin meningkat. Itu terbukti dari garis yang ditarik menghasilkan bentuk linear. Pada grafik terlihat bahwa pada konsentrasi BSA 5 µL menghasilkan absorban sebesar 0,427. Sedangkan bila konsentrasi BSA dinaikkan 10 µL, maka konsentrasi protein juga meningkat yaitu menjadi sebesar 0,516. Dan dengan menaikkan konsentrasi menjadi 20 µL, maka konsentrasi protein menjadi 0,655. Sedangkan bila konsentrasi ditambah lagi menjadi 25 µL, maka konsentrasi protein juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,665.
Dari nilai absorbansi standar BSA, maka diperoleh kurva standar BSA dengan persamaan regresi y = 33,36x - 3,102. Apabila absorbansi sampel 1 adalah 3.389,  3.450 dan 3.296 dari ekstrak biji kopi, lalu dimasukkan ke dalam persamaan regresi, maka ratarata kadar proteinnya adalah  3.378 µL. Sedangkan untuk sampel 2 yaitu ekstrak daun kopi dengan absorban 3.269 , 3.189 , dan 3.349 apabila dimasukkan dalam persamaan regresi menghasilkan rata-rata kadar protein adalah 3.269 µL. Untuk sampel 3 dengan absorbansi 2.055 , 2.275 , dan 2.255 apabila dimasukkan dalam persamaan regresi 2.195 µL. Dan pada sampel 4 dengan absorbansi 2.108 , 2-302 , dan 2.168 apabila dimasukkan ke dalam persmaan regresi menghasilkan rata – rata kadar proteinnya sebesar 2.193 µL.
Oleh karena itu, dari hasil percobaan tersebut dapat diketahui bahwa protein pada bagian biji mengandung lebih banyak kadar proteinnya.






BAB 4. PEMBAHASAN

Uji Bradford pewarna didasarkan pada keseimbangan antara tiga bentuk pewarna G Blue Coomassie kondisi. Di bawah asam kuat, pewarna yang paling stabil sebagai bentuk terprotonasi merah dua kali lipat setelah mengikat protein. Uji Bradford lebih cepat, melibatkan langkah-langkah pencampuran lebih sedikit, tidak memerlukan pemanasan, dan memberikan respon kolorimetri lebih stabil daripada tes yang lain. Namun, respon yang rentan terhadap pengaruh dari sumber non protein, khususnya deterjen, dan menjadi semakin lebih nonlinier pada akhir tinggi konsentrasi berbagai protein yang berguna.
Komposisi reagen Bradford dibuat dengan melarutkan 100 mg Coomassie Blue G250 di 50 mL etanol 95%. Solut  tersebut kemudian dicampur dengan 100 mL asam fosfat 85% dan disusun sampai dengan 1 L dengan air suling. Uji Bradford merupakan suatu prosedur sederhana untuk penentuan konsentrasi protein dalam larutan adalah Bradford protein assay yang digambarkan pertama oleh Bradford. Sebuah estimasi konsentrasi protein penting untuk dilakukan dengan cepat dan akurat dalam berbagai bidang studi protein.  Uji Bradford telah menjadi pilihan metode untuk mengukur banyak protein di laboratorium. Teknik ini sederhana, cepat dan lebih sensitif dibandingkan dengan metode Lowry. Selain itu, bila dibandingkan dengan metode Lowry adalah kurang terganggu oleh reagen umum dan komponen nonprotein sampel biologis.
Uji Bradford mengandalkan pengikatan dye Coomassie Blue G-250 terhadap protein. Dari hasil percobaan dihasilkan pada biji kopi menghasilkan absorban rata-rata. Dengan demikian, jumlah protein dapat diperkirakan dengan menentukan jumlah zat pewarna dalam bentuk ionik biru. Hal ini dicapai dengan mengukur absorbansi larutan pada 595 nm. Pewarna muncul untuk mengikat paling mudah untuk arginil dan residu lisil protein. Kekhususan ini dapat mengakibatkan variasi respon uji untuk protein yang berbeda, yang merupakan kekurangan utama dari metode ini. Uji Bradford asli menunjukkan variasi yang besar dalam respon antara protein yang berbeda.  Beberapa modifikasi untuk metode telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini.
BSA digunakan untuk menstabilkan beberapa enzim pencernaan pada DNA dan mencegah adhesi enzim untuk tabung reaksi dan kapal lainnya. Ini protein lain tidak mempengaruhi enzim yang tidak perlu untuk stabilisasi. BSA juga biasa digunakan untuk menentukan jumlah protein lain, dengan membandingkan kuantitas yang tidak diketahui jumlah protein untuk diketahui BSA. BSA digunakan karena stabilitas, kurangnya efek dalam reaksi biokimia banyak, dan biaya rendah sejak jumlah besar dapat dengan mudah dimurnikan dari darah sapi, produk sampingan dari industri ternak. NaCl digunakan sebagai pereaksi.
Dalam praktikum kali ini, kurva standar digunakan untuk mengetahui kenaikan absorbansinya. Selain itu juga digunakan untuk mengetahui persamaan garis linier sehingga terlihat dengan jelas. Pada percobaan pembuatan kurva standar menggunakan blanko berfungsi untuk menghitung berapa nilai dari absorban jika tidak dihitung blankonya maka inti sampel absorbannya makin besar. Maka didapatkan nilai absorbansi yaitu 0.001, 0.427, 0.516, 0.655, dan 0.665. Kenaikan absorbansi ini juga seiring dengan kenaikan konsentrasi dari BSA-nya. Jadi, semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi absorbansinya.
Pada percobaan penentuan konsentrasi rata-rata pada protein sampel menggunakan konsentrasi yang berbeda yaitu pada sampel satu sebesar 0.599 µL. Pada percobaan sampel kedua sebesar 0.583 µL. Pada percobaan sampel ketiga sebesar 0.422 µL.Dan pada percobaan sampel keempat  sebesar 0.421 µL. Pada percobaan tersebut dengan konsentrasi yang berbeda didapatkan absorbansi yang tidak teralu jauh berbeda.
Pada pengujian kadar protein dengan metode bradford, konsentrasi protein tertinggi ada pada kandungan biji kopi. Biji kopi dalam percobaan mengandung rata-rata konsentrasi absorbansi sebesar 0,559 dan kandungan yang terndah terdapat pada daun kakao yaitu sebesar 0,421.Biji mengandung banyak protein dibandingkan dengan daun dikarenakan pada biji merupakan tempat penyimpanan hasil fotosintat dari tanaman.  Ini membuktikan bahwa kandungan protein pada biji lebih tinggi dari pada jaringan yang lain.

















BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.    Dalam percobaan  uji protein, untuk menghitung  kadar  protein  pada tanaman digunakan larutan BSA guna untuk membandingkan kadar protein pada tanaman dengan larutan tersebut.
2.    Hasil praktikum pembuatan kurva standar yang menggunakan blanko dapat dihasikan bahwa semakin besar nilai konsentrasi dari BSA maka akan semakin besar absorbansinya. Kurva yang terbentuk pun akan meningkat dengan besar persamaan garisnya adalah y = 33,36x - 3,102 .
3.    Pada percobaan penentuan konsentrasi rata-rata pada protein sampel menggunakan konsentrasi yang berbeda yaitu pada sampel satu sebesar 0.599 µL. Pada percobaan sampel kedua sebesar 0.583 µL. Pada percobaan sampel ketiga sebesar 0.422 µL.Dan pada percobaan sampel keempat  sebesar 0.421 µL. Pada percobaan tersebut dengan konsentrasi yang berbeda didapatkan absorbansi yang tidak teralu jauh berbeda.
4.    Pada sampel dihasilkan konsentrasi rata-rata absorbansi protein terbesar terdapat pada biji kopi sebesar 0,599 dan untuk konsentrasi rata-rata absorbansi terendah terdapat pada daun kakao sebesar 0,421. Biji mengandung banyak protein dikarenakan hasil fotosintat dari tanaman tersimpan pada biji dibandingkan dengan daun dalam percobaan.

5.2 Saran
            Dalam praktikum pengujian kadar protein menggunakan metode Bradford, diharapkan penggerusan bahan untuk uji protein harus sampai halus. Dan dalam pengambilan larutan dengan mikropipet  harus tepat dan benar pengukuran skala mikropipet serta  perhitungan kandungan protein harus teliti dan cermat untuk mendapatkan hasil data yang akurat.


DAFTAR PUSTAKA
Echa. 2010. pengukuran kadar protein dengan metode Bradfrord http://biologistsblog.blogspot.com/2010/04/pengukuran-kadar-protein-dengan-metode.html

Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Hawab, H. M. 2004. Pengantar Biokimia. Jakarta : Bayu Media Publishing.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Rosenberg, I.M. 2004. Protein Analysis and Purification: Benchtop techniques. Massachusetts General Hospital: Boston.


Sopandi, Opan. 2009. Protein dalam Tanaman. http://opansopandi.wordpress.com/2009/06/26/protein-dalam-tumbuhan/ (serial online) diakses tanggal 14 April 2012.


 


0 komentar:

Posting Komentar