Pages

Subscribe:
Powered By Blogger

Rabu, 09 Mei 2012

Plasma Nutfah


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Meskipun penduduk dunia mengkonsumsi kira-kira 7000 species tanaman, hanya 150 species tanaman yang betul-betul dikomersialkan, dan kira-kira 90% dari 103 species merupakan tanaman pangan dunia. Pada saat ini hanya 3 jenis tanaman pangan yakni padi, gandum dan jagung yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan 60% kalori dan 56% protein nabati. Dengan pola tanam sistim monocropping , dan ditunjang keberhasilan irigasi, pupuk dan pestisida maka panen terus meningkat. Namun dengan berkurangnya keragaman dalam pola tanam sering pula meningkatkan perubahan/gangguan iklim dan stres-stres yang lain, yang mengganggu risiko para petani dan dapat mengganggu stabilitas pertanian.
Di Bangladesh sebagai contoh, pengenalan penanaman padi monoculture HYV (Higher Yielding Varieties) telah menurunkan keragaman, hampir 7000 varietas padi dan species ikan. Produksi padi HYV per-ha turun 10% pada tahun 1986 dibanding tahun 1972, dan ini memerlukan peningkatan bahan kimia pertanian sampai 300% yang digunakan per-ha. Di Filipina, HYV ditumpangsarikan dengan 300 species padi tradisional yang secara prinsip merupakan generasi sumber makanan. Di India, pada tahun 1968 yang populer disebut miracle, benih HYV telah menghilangkan sekitar setengah varietas, tetapi benih tersebut tidak menghasilkan panen yang tinggi, meskipun irigasi dan pupuk yang tinggi, dimana sering memiskinkan para petani sehingga peningkatan produksi tidak menguntungkan. Penanaman satu varietas yang sama akan memperbanyak serangga yang menimbulkan hama penyakit terutama pada perkebunan besar. Sebagai contoh potato famine dari Irlandia selama abad ke-19 yang disebut bercak coklat menyerang sampai Perancis dan Amerika. Sedangkan sigatoka yakni virus yang merusak perkebunan pisang di Amerika Tengah, dimana pada saat yang sama penyakit tersebut diinfeksi oleh jamur jagung di Zambia.
Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang kaya akan plasma nutfah meru-pakan pusat keanekaragaman genetik bagi banyak tanaman seperti buah-buahan, umbi-umbian, palem-paleman, padi-padian, sayur-sayuran dan berbagai jenis anggrek. Keanekaragaman plasma nutfah yang sangat diperlukan dalam pemuliaan tanaman ini terus menerus terkikis habis karena beberapa faktor, diantaranya adalah : perusakan lingkungan hutan, introduksi varietas unggul, tidak dipopulerkannya jenis tanaman tersebut sehingga lama kelamaan akan punah, banyaknya hama penyakit dan sebagainya.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa keragaman hayati sekarang ini semakin berkurang. Hal itu juda dampak dari ulah manusia sendiri yang secara sengaja mengabaikan sumber genetik suatu tanaman. Padahal sumber genetik ini sangatlah penting untuk menjaga kelestarian suatu tanaman. Apabila kelestarian tersebut tidak dijaga dengan baik, maka kemusnahan dari suatu jenis tanaman tertentu akan terjadi.

1.2  Tujuan
1. Menyediakan sumber gen untuk kepentingan perbaikan varietas melalui program pemuliaan.
2. Mengidentifikasi sifat-sifat genetik meliputi botanis, agronomis, fisiologis, adaptasi
maupun ketahanan hama-penyakit dan mutu hasil sehingga diketahui sifat-sifat yang diperlukan.
3. Merawat materi plasma nutfah agar tetap hidup dan tidak berubah.







BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plasma Nutfah
Plasma nutfah dapat diartikan sebagai sumber genetik dalam satu spesies tanaman yang memiliki keragaman genetis yang luas. Koleksi plasma nutfah adalah kumpuIan varietas, populasi strain, galur, klon, dan mutan dari spesies yang sama, yang berasal dari lokasi agroklimat atau asal-usul yang berlainan (Widyastuti, 2000). Masing-masing anggota koleksi plasma nutfah harus memiliki perbedaan susunan genetik, baik yang terlihat secara fenotipik maupun yang tidak terlihat. Frankel dan Soule (1981) mendefinisikan koleksi plasma nutfah sebagai kompulan genotipe atau popuIasi yang mewakili kultivar, genetic stocks, spesies liar, dan lain-lain yang dapat disimpan dalam bentuk tanaman, benih, dan kultur jaringan.
Sebagai sumber genetik, plasma nutfah merupakan sumber sifat yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk perbaikan genetik tanaman dalam rangka menciptakan jenis unggul atau kultivar baru untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Tanpa adanya sumber-sumber gen, maka upaya memperoleh kultivar-kultivar yang lebih sesuai untuk kebutuhan manusia tidak akan berhasil. Semakin beragam sumber genetik, semakin besar peluang untuk merakit varietas unggul baru yang diinginkan (Sumarno, 2007). Hal ini berarti keragaman genetik diharapkan tidak terbatas, tetapi kenyataannya banyak sumber genetik yang punah karena tidak dipelihara (Rao dan Riley, 2004).

Tabel 1. Contoh kegagalan panen yang disebabkan oleh keseragaman genetik.
Tanaman
Negara
Jumlah varietas
Padi
Sri Lanka
Dari 2000 varietas pada tahun 1952, kurang lebih tinggal 100 saat
Padi
Bangladesh
62% varietas yang ada berasal dari 1 varietas yang umum
Padi
Indonesia
74% varietas yang ada berasal dari 1varietas yang umum
Gandum
USA
50% dari tanaman terdiri dari 9 varietas
Kentang
USA
75% dari tanaman terdiri dari 4 varietas
Kedelai
USA
50% dari tanaman terdiri dari 6 varietas
Sumber : World Conservation Monitoring Centre. 1992. Global Biodiversity : Status of the Earth’s Resources  (Brian Groombridge, ed). London : Chapman & Hall.

Tabel 2. Berkurangnya keragaman Buah-buahan dan Sayur-sayuran, dari tahun 1903 sampai 1983 (Varietas pada NSSL Collection)

Tanaman
Nama taxonomi
Jumlah tahun 1903
Jumlah tahun 1983
Hilang (%)
Asparagus
Asparagus officinalis
46
1
97.8
Kedelai
Phaseolus vulgaris
578
32
94.5
Bit
Beta vulgaris
288
17
94.1
Wortel
Daucus carota
287
21
92.7
Bawang
Allium ampeloprasum
39
5
87.2
Letus
Lactuca sativa
487
36
92.8
Bawang merah
Allium cepa
357
21
94.1
Parsnip
Pastinaca sativa
75
5
93.3
Pea
Pisum sativum
408
25
93.9
Lobak
Raphanus sativus
463
27
94.2
Bayam
Spinacia oleracea
109
7
93.6
Timun-timunan
Cucurbita spp.
341
40
88.3
Kobis
Brassica rapa
237
24
89.9
Sumber : Carry Flower, and Pat Mooney. 1990. The Threatened Gene – Food Politics, and the Loss of Genetic Diversity. Cambridge : The Luthworth Press.

2.2 Status Pengelolaan Plasma Nutfah Nasional
Menurut Sumarno (2007), perangkat organisasi pengelolaan plasma nutfah Nasional belum merupakan sistem integratif yang saling menunjang hingga dapat menangani per plasma nutfahan secara optimal. Pengeluaran, penerimaan, eksplorasi dan pertukaran plasma nutfah ditangani oleh banyak instansi secara masing-masing, tidak lewat satu pintu kebijaksanaan. Pemberiaan ijin CITES bagi plasma nutfah spesies langka, secara khusus ditangani oleh Dirjen Perlindungan Sumber Daya Hutan, Departemen Kehutanan, sedang ijin pengeluaran plasma nutfah ditangani oleh Dirjen terkait dengan jenis tanaman. Perangkat kelembagaan pengelolaan plasma nutfah yang ada pada tatanan Nasional dan Regional adalah sebagai berikut:
1. Komisi Nasional Plasma nutfah (KNPN)
Komisi Nasional Plasma nutfah telah ada sejak 30 tahun yang lalu. Organisasi KNPN terbaru didasarkan pada SK Mentan No. 532/1999, terdiri dari
Pengarah dan Pelaksana Harian (KNPN, 2000). Pada dasarnya tugas KNPN hanyalah terbatas pada memberikan saran kebijaksanaan pengelolaan plasma nutfah kepada Menteri Pertanian. Tetapi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan plasma nutfah sangat tergantung kepada kamampuan masing-masing unit kerja di berbagai Pusat dan Balai Penelitian. Karena komisi ini bersifat adhoc, maka kemampuan dalam pengelolaan plasma nutfah secara operasional, dapat dikatakan minimal.
2. Pengelolaan Operasional Plasma nutfah
(a) Koleksi plasma nutfah di Pusat dan Balai Penelitian
Pengelolaan operasional plasma nutfah tanaman sebagian besar dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Balai Penelitian Komoditas Pertanian, di bawah Badan Litbang Pertanian. Pusat atau Balai Peneltian komoditas mengelola koleksi plasma nutfah komoditi yang menjadi tanggung jawabnya. Koleksi plasma nutfah ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung program pemuliaan, sehingga sifat koleksi lebih sebagai ‘Koleksi material kerja’ (working collection). Masing-masing instansi pengelola plasma nutfah berdiri sendiri, tidak terdapat koordinasi dan kesamaan kebijaksanaan dalam pengelolaan antar Pusat dan Balai Penelitian.
(b) Koleksi Plasma nutfah di Instalasi/Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sebagai akibat reorganisasi Badan Litbang Pertanian pada tahun 1995, Sub Balai Penelitian dirubah dan digabung menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan kebun koleksi plasma nutfah milik Balai Penelitian di daerah banyak dilepaskan dan menjadi tanggung jawab Balai Pengkajian yang tidak memiliki fungsi penelitian pemuliaan. Akibat dari reorganisasi tersebut banyak koleksi plasma nutfah yang terlantar, rusak, dan atau tidak termanfaatkan. Keadaan ini sangat merugikan system plasma nutfah nasional dan mengakibatkan pemiskinan terhadap koleksi plasma nutfah yang sangat berharga. Tindakan pengamanan terhadap plasma nutfah, dengan mengembalikan Instalasi pemelihara plasma nutfah kepada Balai Penelitian Komoditas terkait, perlu segera dilakukan.
(c) Koleksi Plasma nutfah di Fakultas Pertanian
Secara terbatas, beberapa Fakultas Pertanian memiliki koleksi plasma nutfah tanaman, yang menjadi minat Dosen Pemuliaan Tanaman yang bersangkutan. Sebagai contoh, Fakultas Pertanian UGM memiliki koleksi padi gogo; FP UNIV Jember koleksi kedelai; FP UNPAD koleksi kedelai, cabe merah; FP UNIBRA koleksi pisang. Namun disebabkan tiadanya pendanaan, pemeliharaan koleksi plasma nutfah di Fakultas Pertanian belum dapat diandalkan.
(d) Koleksi Plasma Nutfah oleh Pemerintah Daerah
Yang patut mendapat pujian adalah inisiatif Pemerintah Kodya Yogyakarta, melalui Dinas Pertanian Kota Madya yang memiliki koleksi plasma nutfah pisang yang cukup besar. Varietasvarietas lokal dari seluruh Indonesia terkoleksi di koleksi pisang ini. Namun fungsi koleksi plasma nutfah pisang ini belum terintegrasi dengan pemuliaan tanaman pisang, masih terbatas sebagai sumber perbenihan dan obyek kunjunganwisata.
(e) Koleksi Plasma Nutfah oleh LIPI
Kegiatan pelestarian keragaman plasma nutfah tanaman di lingkup institusi LIPI merupakan bagian dari koleksi spesies tanaman (keragaman hayati flora) dalam bentuk Kebun Raya, cagar alam, Kebun koleksi spesies koleksi plasma nutfah tanaman dilakukan terhadap spesies anggrek, bambu, dan beberapa tanaman‘non utama’ lain.
(f) Koleksi Plasma nutfah sebagai usaha
Komersial Perorangan, koperasi, atau perusahaan yang berkaitan dengan usaha-komersial tanaman hias, sering mempunyai koleksi plasma nutfah dari spesies tertentu, seperti anggrek, palem, mawar, dan lain-lain, tetapi koleksinya terbatas pada plasma nutfah yang memiliki keunikan sifat hiasan.
(g) Koleksi plasma nutfah oleh penghobi tanaman
Perorangan mempunyai koleksi plasma nutfah tanaman tertentu sebagai hobi. Contoh koleksi hobi terhadap tanaman hias puring, ubi kayu, palem, dan lainlain.
(h) Koleksi plasma nutfah pada koleksi keanekaragaman hayati
Instansi, perusahaan, LSM dan lembaga kemasyarakatan seperti PKK, Karang Taruna banyak yang memiliki kebun koleksi spesies (koleksi keanekaragaman hayati), masing-masing spesies terdiri dari beberapa ‘varietas’. Pemahaman koleksi plasma nutfah pada koleksi spesies sering dicampur-adukan pengertiannya. Pada koleksi spesies yang berupa koleksi keanekaragaman hayati, status koleksi plasma nutfahnya minimal.
(i) Koleksi Plasma Nutfah di Petani/pedesaan
Plasma nutfah tanaman yang berupa varietas lokal, strain lokal atau ‘land races’ banyak dipelihara petani dan dimanfaatkan sebagai bahan usaha budidaya. Walaupun setiap petani mungkin hanya memiliki satu-dua varietas lokal/ strain alamiah, tetapi dengan banyaknya petani di seluruh Indonesia, maka total koleksi plasma nutfah varietas local untuk komoditi tertentu sangat besar. ‘Koleksi’ plasma nutfah milik petani inilah yang perlu kita lindungi hak kepemilikannya, berdasarkan CBD (Convention of Biodiversity) termasuk ketentuan ‘National Sovereign Rights’ (NSR) dan ‘Prior Informed Consent’ (PIC). Berbagai cara pelestarian plasma nutfah secara partisipatif telah dibahas sebelumnya (Sumarno, 2007).
(j) Koleksi Plasma nutfah di Habitat Asli
Plasma nutfah yang terdapat di habitat asli terutama adalah spesies asli Indonesia, seperti durian, salak, tebu, palem, rambutan, umbi-umbian (yam/ Dioscorea), pisang, anggrek, dan kemungkinan masih banyak spesies tanaman lain yang plasma nutfahnya cukup banyak yang belum teridentifikasi. Pelestarian plasma nutfah secara in situ ini sangat rawan kerusakan, karena eksploitasi dan konversi hutan yang kurang bersifat konservatif. Kebijakan pelestarian plasma nutfah secara in situ kita masih lemah. Dari keberadaan seluruh perangkat pengelolaan plasma nutfah tersebut nampak bahwa integrasi keseluruhan kegiatan dan kebijakan belum nampak. Kegiatan pengelolaan plasma nutfah pada masing-masing instansi (Pusat, Balai, Fakultas Pertanian) merupakan bagian kecil dari kegiatan pokok instansi, sehingga pendanaannya jarang memperoleh prioritas.

2.3 Klasifikasi Jabon
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Asteridae
Ordo
                : Rubiales
Famil
              : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus
              : Anthochepalus
Spesies
            : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.

2.4 Budi Daya  Tanaman  Jabon (Anthocephalus cadamba)
            Mulyana (2010), Jabon (Anthocephalus cadamba) lebih bagus daripada kayu lainnya, tekstur lebih halus, bentuknya silinder lurus, berwarna putih kekuningan dan tidak berserat, batang mudah dikupas, lebih mudah dikeringkan atapun direkatkan dan tidak cacat, Arah serat terpadu, permukaan kayu mengkilap, kayu jabon juga sudah terbukti keawetannya atau daya tahannya. Merupakan salah satu jenis kayu / pohon yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis dengan ekologi tumbuh pada :
Ketinggian                  : 10-2000m dpl
Curah hujan                 : 1250-3000m/th
Perkiraan suhu             : 100 C – 400 C
Kondisi tanah (PH)     : 4,5 – 7,5.
Jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya, termasuk albasia (sengon). Dari hasil uji coba yang telah kami lakukan, keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan dari beberapa kriteria, diantaranya sebagai berikut :
(a) Pertumbuhan
            Pertumbuhan pohon jabon sangat cepat bila dibandingkan dengan jenis kayu keras lainnya :
1.    Diameter batang dapat tumbuh berkisar 10cm/th.
2.    Tinggi batang pada usia 12 tahun dapat mencapai 20 meter, sehingga pada usia 6-8 tahun sudah dapat dipanen, berbatang silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus.
3.    Tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri.
(b) Penanaman dan Perawatan
            Jabon merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan berkembang dan tidak memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya. Pola Hutan Rakyat Umumnya menggunakan jarak tanam 2 x 2,5 m. namun hasil pertumbuhan dan perkembangan diameternya tidak begitu cepat dan maksimal, cara ini biasanya digunakan masyarakat dengan membiarkan tumbuh liar dengan sendirinya ibarat hutan. Perkebunan pada umumnya menggunakan jarak tanam yang direkomendasikan yaitu 4 x 5 m. jarak tersebut dapat memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan diameter batangnya,sebab radius lingkaran bayangan kebawah batang atas pohon adalah wilayah penyerapan unsur-unsur hara ditanah oleh akar pohon. jadi jarak 4 x 5 m adalah yang paling baik bagi pertumbuhan pohon jabon (Mulyana, 2010).
(c) Cara Tanam :
Buka Lobang Lebar.40 x Panjang.40 x dalam 50 cm. (untuk bibit 40-50 cm) Lalu masukan Kompos+NPK 2,5 gr (campur) sebagai pupuk dasar diendapkan dilubang setinggi 30 cm (dapat langsung tanam/3-7 hr kemudian baru tanam),kemudian masukkan bibit yang polibagnya sudah dibuka/disobek kedalam,dudukan yang benar/rata,lalu isi tanah kompos sebagai penutup akar dengan tanah setinggi 20 cm (jangan diterlalu dipadatkan),hingga tersisa lubang 10 cm sebagai kantong air (Mulyana, 2010).
(d) Perawatan :
            Semprot Pungisida secara aktip per 2 minggu sekali selama 3-5 bulan tergantung keadaan gangguan, agar daun tidak dimakan ulat.setelah daun cukup banyak pengusida sudah tidak perlu disemprotkan lagi,sebab daun tidak akan habis dimakan ulat sebab daun sudah banyak (Mulyana, 2010).
(e) Pemupukan
                        untuk pertumbuhan maksimal dapat dilakukan sampai usia 3 tahun, cukup kompos + NPK, Periode pemupukan 1-2 kali/setahun. Awal tanam - 1 Tahun : NPK 1 sendok makan (tabur jgn kena/menumpuk pada batang pangkal)
1      Tahun - 2 Tahun : Kompos 4 kilo + NPK 2,5 On
2      Tahun - 3 Tahun : Kompos 8 kilo + NPK 7,5 On
Dapat juga hanya dengan kompos :
1      Tahun - 2 Tahun : Kompos 10 Kilo
2      Tahun - 3 Tahun : Kompos 10 kilo
Kompos sangat penting peranannya,kompos berperan sebagai absorbent yg dapat menyimpan mineral & unsur hara dan memperlancar pertukaran kation didalam tanah. tampa kompos tanah semakin lama semakin jenuh,jika tanah jenuh pemberian pupuk menjadi sia-sia dikarenakan tanah jenuh tidak dapat lagi mengikat mineral sehingga pupuk yang diberikan tidak dapat mengurai kedalam tanah dan akan menguap atau tercuci, kompos memperbarui kondisi tanah dan menjadikan tanah disekitar pangkal pohon/akar menjadi lembab dan subur, dengan kompos pupuk yang diberikan dapat mengurai dengan baik sehingga akar menjadi mudah menyerap unsur hara tersebut. Perawatan Kebersihan disekitar pohon,agar sumber makanan akar tidak terganggu dan dapat maksimal diserap akar pohon.minimal perawatan sampai usia 1 tahunan,untuk selebihnya dapat juga dibiarkan,sebab daya serap akar sudah kuat (Mulyana, 2010).
(f) Pemasaran
Karena jenisnya yang berwarna putih agak kekuningan tanpa terlihat seratnya, maka kayu jabon sangat dibutuhkan pada industri kayu lapis (plywood), bahan baku meubel dan furniture, serta bahan bangunan non kontruksi. Keunggulan inilah yang membuat pemasaran kayu jabon sama sekali tidak mengalami kesulitan, bahkan industri kayu lapis siap untuk membeli setiap saat dalam jumlah yang tidak terbatas (Mulyana, 2010).
(g)     Nilai Ekonomis
Budidaya tanaman jabon akan memberikan berbagai keuntungan yang sangat menggiurkan apabila dikerjakan secara serius dan benar. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tanaman jabon setelah dipanen pada usia 8-10 tahun (asumsi harga terendah, dan batang terkecil) pada setiap batang kayu jabon diperoleh :
ü tinggi batang yang bisa terjual rata-rata 12m
ü diameter batang rata-rata 30 cm
Budidaya tanaman jabon akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila dikerjakan secara serius dan benar.  Perkiraan dalam 4 – 5 tahun mendatang, diperoleh dari penjualan 625 pohon berumur 4 – 5 tahun sebanyak 800 – 1.000 m3 per ha.  Prediksi harga jabon pada 5 tahun mendatang Rp1,2-juta/m3. Dengan harga jual Rp1,2-juta per m3 dan produksi 800 m3, maka omzet dari penanaman jabon mencapai Rp960-juta per ha. Saat ini harga per m3 jabon berumur 4 tahun mencapai Rp716.000; umur 5 tahun, Rp837.000. Andai harga jabon tak terkerek naik alias Rp716.000 per m3, maka omzet dari budidaya jabon ‘hanya’ Rp572.800.000 (Mulyana, 2010).

2.5 Klasifikasi Sengon
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
   : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
        : Rosidae
Ordo
                : Fabales
Famili
              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
              : Albizia
Spesies
            : Albizia falcataria (L.) Fosberg
2.6    Sengon (Parasenathes falcataria)
Sengon atau albasia (parasenanthes falcataria/albizia falcatara), kadang-kadang orang menyebutnya jeungjing, merupakan tanaman kayu yang dapat mencapai diameter cukup besar apabila telah mencapai umur tertentu. Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin (Santoso, 2008).

2.7 Habitat Sengon
Tanaman sengon dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang sangat luas, dengan demikian dapat tumbuh dengan baik hampir di sembarang tempat.
Beberapa keunggulan tanaman sengon antara lain:
1.    Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang dalam umur yang relatif pendek.
2.    Karena memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan.
3.    Mudah bertunas kembali apabila ditebang, bahkan apabila terbakar.
4.    Biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan disimpan.
Berdasarkan pada beberapa keistimewaan itulah tanaman albasia dijadikan tanaman penghijauan hampir di semua wilayah. Lebih penting lagi, tanaman albasia memiliki nilai ekonomis tinggi. Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V. Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 – 800 m dpl. dengan iklim A, B dan C bercurah hujan rata-rata 2.000-4.000 mm/tahun.Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut (Santoso, 2008).
Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75% (Santoso, 2008).

2.8  Keistimewaan Sengon
Menurut Santoso (2008), Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan, antara lain :
1.    Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing menyukai daun sengon tersebut.
2.    Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan openyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani penggarapnya.
3.    Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dll.












BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum Dasar Produksi Tanaman dengan acara Eksploitasi dan Inventarisasi Plasma Nutfah berlangsung pada hari Rabu, 04 April 2012 pukul 07.00 WIB, bertempat di Laboratorium Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Bibit tanaman langka
2. Foto tanaman langka yang sudah tua

3.2.2 Alat
1. Kamera
2. Kertas foto

3.3 Cara Kerja
1. Mencari tanaman lokal langka yang ada di suatu daerah.
2. Mengambil gambar tanaman langka tersebut dengan kamera.
3. Mencetak foto hasil pemotretan yang telah dilakukan.
4. Mengambil bibitnya untuk dilestarikan.





BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Pembahasan
            Negara Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat besar, keanekaragaman jenis yang besar. Luasnya daerah wilayah penyebaran spesies, menyebabkan spesies-spesies tersebut menjadikan keanekaragaman plasma nutfah cukup tinggi. Masing-masing lokasi dengan spesies-spesies yang khas karena terbentuk dari lingkungan yang spesifik.
Definisi yang terdapat pada Kamus Pertanian, plasma nutfah adalah substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di dalam setiap kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit agar tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru. Plasma Nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun-termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan sebagainya.
Plasma nutfah tersebut bila tidak dilindungi dengan tepat dan benar akan dapat menyebabkan kelangkaan dan bahkan kepunahan. Tanaman dikatakan mengalami kelangkaan atau kepunahan bila jenis tanaman tersebut telah musnah atau hilang dari muka bumi yang dapat disebut kategori Punah (exinct), jenis tanaman tersebut terancam kepunahan dan  tidak akan bertahan tanpa adanya perlindungan yang yang kuat yang disebut kategori Genting (endangered), kategori tanaman tidak segera terancam kepunahan, tetapi terdapat dalam jumlah sedikit dan eksploitasinya yang terus berjalan sehingga perlu perlindungan yang disebut kategori Rawan (vulnerable), tanaman yang populasinya besar tetapi tersebar secara lokal atau daerah penyebarannya luas tetapi jarang ditemui serta mengalami erosi yang sangat hebat yang disebut kategori Jarang (Rare), tanaman yang mengalami proses pelangkaan tetapi informasi keadaan yang sebenarnya belum mencukupi, sebagian besar jenis yang dianggap langka tergolong dalam kelompok ini yang disebut kategori Terkikis (Indeterminate). Dari kelima lima kategori ini kita dapat menyebutkan tanaman apa saja yang tergolong langka.
Beberapa contoh plasma nutfah yag harus dilindungi agar kelangsungan hidupnya tetap lestari dengan baik dan menjaga tanaman tersebut tidak mengalami kepunahan yaitu tanaman Jabon dan Sengon. Dari hasil pengumpulan data dan innformasi yang didapat bahwa tanaman Jabon dan Sengon merupakan jenis tanaman yang tergolong kategori rawan. Hal ini terbukti dari hasil survei yang telah dilakukan dibeberapa daerah di Jember bahwa tanaman Jabon dan Sengon tersebut jarang ditemui namun eksploitasinya yang terus berlanjut. Dalam hal ini bila dibiarkan secara terus-menerus akan dapat menyebabkan tanaman ini mengalami kepunahan. Kebutuhan manusia yang terus bertambah seperti kebutuhan akan perkakas rumah tangga, kayu bangunan, kayu keperluan pabrik dan lain sebagainya membuat tanman ini menjadi idola manusia untuk diekploitasi secara besar-besaran. Akibat dari keserakahan manusia ini juga, tanaman jenis Jabon dan Sengon dapat mengalam kepunahan. Bila hal ini tidak ada pencegahan maka lama-kelamaan tanaman jenis ini dapat mengalami kepunahan.
Sering kali manusia mengeksploitasi tanaman jenis Jabon dan Sengon karena tanaman jenis ini mempunai banyak manfaat untuk kebutuhan hidup manusia. Sebut saja Jabon yang sekarang ini menjadi idola karena keaadaan teksturnya mirip dengan jati, sehingga sering dimanfaatkan oleh manusia untuk membuat meja, kursi, bahan bangunan, pintu, jendela dan lain sebagainya. Namun tanaman ini juga mempunyai sedikit kelemahan karena kurang tahan terhadap rayap dan tidak terlalu tahan oleh perubahan cuaca yang ekstrim sehingga mudah lapuk. Sedangkan pada tanaman Segon sendiri mempunyai manfaat untuk dibuat kotak-kotak buah, karena kayu Sengon tergolong kayu yang ringan. Selain itu sengon juga dapat dimanfaatkan untuk membantu tukang bangunan untuk penutup dalam pengecoran bangunan. Namun kayu Sengon mudah terserang rayap dan mdah mengalami pelapukan bila terkena pemanasan dan terkena air yang bergantian secara terus menerus.
Dari akibat eksploitasi manusia yang tidak bertanggung jawab ini dan dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan pelestariannya maka dapat  berdampak buruk dimasa mendatang yaitu tanaman dapat mengalami kepunahan dan dapat murusak lingkungan sekitarnya serta berdampak buruk pada kehidupan mahluk hidup disekitarnya. Karena habitat untuk mereka bertahan hidup telah mengalami kerusakan. Untuk mencegah hal ini dapat dilakukan dengan pelestarian pada plasma nutfah tersebut, agar kelangsungan hidup mahluk hidup yang menghuni areal tersebut dapat berjalan stabil dan baik.
Mengingat pentingnya peranan plasma nutfah bagi kelangsungan hidup maka konservasi perlu lebih ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman jenis species dan ekosistemnya. Tujuan dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan dan mengelolanya secara berkelanjutan serta memanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa. Usaha konservasi plasma nutfah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program pembangunan pada masa mendatang terutama pada sektor kehutanan dan pertanian. Berikut merupakan upaya pelestarian plasma nutfah:
1. Eksplorasi
Eksplorasi adalah mencari dan mengumpulkan jenis-jenis plasma nutfah untuk mengamankannya dari kepunahan. Plasma nutfah yang ditemukan diamati dan dicatat sifat-sifatnya. Pada eksplorasi plasma nutfah perlu digali keterangan dari masyarakat sekitar hutan untuk mengetahui sifat yang penting dai plasma nutfah tersebut (Marum, 2006).
2. Konservasi
Konservasi plasma nutfah ditujukan untuk memelihara dan mengelola semua koleksi agar terhindar dari kepunahan sehingga harus dijaga agar tetap hidup. Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan dengan cara in-situ dan ex-situ, yaitu: In-situ adalah pelestarian ekosistem serta pemeliharaan pada lingkungan alam asal habitat yang asli tanpa campur tangan manusia (Marum, 2006). Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam ekosistem. Ex-situ adalah pelestarian dengan memindahkan suatu jenis kesuatu lingkungan baru, konservasi diluar habitat aslinya (Marum, 2006). Konservasi ex situ ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipergunakan sebagai cara terakhir atau sebab suplemen terhadap konservasi in-situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat secara keseluruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang berubah. Sebaliknya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik, proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi genetik dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.
3. Karakterisasi
Karakteristik perlu diketahui supaya plasma nutfah dapat hidup dan tumbuh optimal. karaterisasi adalah melihat morfologi, agronomi, dan fisiologinya (Marum, 2006).
4. Evaluasi
Bertujuan untuk mengetahui toleransi atau ketahanan spesies terhadap penyakit dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan. plasma nutfah hewan dievaluasi terhadap system reproduksi, system pakan, laju kelahiran. System ini membantu dalam menevaluasi keadaan tanaman di lapang apakah telah mamu bertahan dan berkembang dari ancaman berbagai gangguan pada tanaman (Marum, 2006).
5. Dokumentasi
Salah satu langkah yang penting dalam melestarikan plasma nutfah adalah dokumentasi. Informasi yang didapatkan dari hasil karakterisasi dan evaluasi didokumentasikan dan disimpan didatabase. Dokumentasi ini sangat penting untuk tujuan pertukaran informasi.
Untuk melindungi plasma nutfah agar tetap lestari dan berkembang secara konsisten, harus ditunjang dengan pengelolaan plasma nutfah yang berkelanjutan. Pengelolaan plasma nutfah yang berkelanjutan memerlukan dukungan bersama dari pemerintah, masyarakat, LSM dan pengusaha dengan kerjasama atau kemitraan. Dengan dukungan dari segala komponen ini diharapkan pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan secara mudah dan efisien karena semuanya saling mendukung.
            Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan dari pengkoleksian dari plasma nutfah yaitu menjaga agar tanaman jenis tersebut tidak segera mengalami kepunahan dan diharapkan dengan adanya perlindungan yang tepat maka kelestarian dari tanaman tersebut akan tetap terjaga. Selain hal tersebut fungsi dari pengkoleksian dari pengkoleksian plasma nutfah itu sendiri yaitu mejaga keseimbangan dari ekosistim agar tidak rusak serta sebagai subtansi pengembangan tanaman baru yang mempunyai sifat yang unggul dan mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang lebih lama lagi dan tahan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim.

           




DAFTAR PUSTAKA
Carry Flower, and Pat Mooney. 1990. The Threatened Gene – Food Politics, and the Loss of Genetic Diversity. Cambridge : The Luthworth Press.

Frankel, O.H. and M.E. Soule. 1981. Conservation and evaluation. Cambridge University Press,Cambridge.

Marum, Oval. 2006. Pengelolaan Plasma Nutfah Kehutanan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VII.

Mulyana, Dadan. 2010.  Bertanam Jabon. Jakarta : PT AgroMedia Pustaka.

Rao, V. R. and K. W Riley. 2004. The use of biotechnology for conservation and utilization of plant genetic resources. Plant Genetic Resources Newsletter No. 97: 3

Santoso, Hieronemus Budi. 2008. Budidaya Sengon. Yogyakarta : Kanisius.

Sumarno. 2007. “Menuju Sistem Pengelolaan Plasma Nutfah Tanaman Secara Adil dan Bermanfaat”. Zuriat 18 (1).

Widyastuti, Netty. 2000. “Pelastarian Tanaman Pangan dengan Teknik Kultur In Vitro”. Jurnal teknologi lingkungan 1(3): 206-211.

World Conservation Monitoring Centre. 1992. Global Biodiversity : Status of the Earth’s Resources  (Brian Groombridge, ed). London : Chapman & Hall.




0 komentar:

Posting Komentar