BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meskipun penduduk dunia mengkonsumsi kira-kira 7000 species
tanaman, hanya 150 species tanaman yang betul-betul dikomersialkan, dan
kira-kira 90% dari 103 species merupakan tanaman pangan dunia. Pada saat ini
hanya 3 jenis tanaman pangan yakni padi, gandum dan jagung yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan 60% kalori dan 56% protein nabati. Dengan pola tanam sistim
monocropping , dan ditunjang keberhasilan irigasi, pupuk dan pestisida maka
panen terus meningkat. Namun dengan berkurangnya keragaman dalam pola tanam
sering pula meningkatkan perubahan/gangguan iklim dan stres-stres yang lain,
yang mengganggu risiko para petani dan dapat mengganggu stabilitas pertanian.
Di Bangladesh sebagai contoh, pengenalan penanaman padi
monoculture HYV (Higher Yielding Varieties) telah menurunkan keragaman, hampir
7000 varietas padi dan species ikan. Produksi padi HYV per-ha turun 10% pada
tahun 1986 dibanding tahun 1972, dan ini memerlukan peningkatan bahan kimia
pertanian sampai 300% yang digunakan per-ha. Di Filipina, HYV ditumpangsarikan
dengan 300 species padi tradisional yang secara prinsip merupakan generasi
sumber makanan. Di India, pada tahun 1968 yang populer disebut miracle, benih
HYV telah menghilangkan sekitar setengah varietas, tetapi benih tersebut tidak
menghasilkan panen yang tinggi, meskipun irigasi dan pupuk yang tinggi, dimana
sering memiskinkan para petani sehingga peningkatan produksi tidak
menguntungkan. Penanaman satu varietas yang sama akan memperbanyak serangga
yang menimbulkan hama penyakit terutama pada perkebunan besar. Sebagai contoh
potato famine dari Irlandia selama abad ke-19 yang disebut bercak coklat
menyerang sampai Perancis dan Amerika. Sedangkan sigatoka yakni virus yang
merusak perkebunan pisang di Amerika Tengah, dimana pada saat yang sama
penyakit tersebut diinfeksi oleh jamur jagung di Zambia.
Indonesia sebagai salah
satu negara tropis yang kaya akan plasma nutfah meru-pakan pusat keanekaragaman
genetik bagi banyak tanaman seperti buah-buahan, umbi-umbian, palem-paleman,
padi-padian, sayur-sayuran dan berbagai jenis anggrek. Keanekaragaman plasma
nutfah yang sangat diperlukan dalam pemuliaan tanaman ini terus menerus
terkikis habis karena beberapa faktor, diantaranya adalah : perusakan
lingkungan hutan, introduksi varietas unggul, tidak dipopulerkannya jenis
tanaman tersebut sehingga lama kelamaan akan punah, banyaknya hama penyakit dan
sebagainya.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa
keragaman hayati sekarang ini semakin berkurang. Hal itu juda dampak dari ulah
manusia sendiri yang secara sengaja mengabaikan sumber genetik suatu tanaman.
Padahal sumber genetik ini sangatlah penting untuk menjaga kelestarian suatu
tanaman. Apabila kelestarian tersebut tidak dijaga dengan baik, maka kemusnahan
dari suatu jenis tanaman tertentu akan terjadi.
1.2 Tujuan
1. Menyediakan sumber gen untuk kepentingan
perbaikan varietas melalui program pemuliaan.
2. Mengidentifikasi sifat-sifat genetik meliputi
botanis, agronomis, fisiologis, adaptasi
maupun
ketahanan hama-penyakit dan mutu hasil sehingga diketahui sifat-sifat yang
diperlukan.
3. Merawat materi plasma nutfah
agar tetap hidup dan tidak berubah.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plasma Nutfah
Plasma nutfah dapat
diartikan sebagai sumber genetik dalam satu spesies tanaman yang memiliki
keragaman genetis yang luas. Koleksi plasma nutfah adalah kumpuIan varietas,
populasi strain, galur, klon, dan mutan dari spesies yang sama, yang berasal
dari lokasi agroklimat atau asal-usul yang berlainan (Widyastuti,
2000). Masing-masing anggota koleksi plasma nutfah harus memiliki
perbedaan susunan genetik, baik yang terlihat secara fenotipik maupun yang
tidak terlihat. Frankel dan Soule (1981) mendefinisikan koleksi plasma nutfah
sebagai kompulan genotipe atau popuIasi yang mewakili kultivar, genetic
stocks, spesies liar, dan lain-lain yang dapat disimpan dalam bentuk
tanaman, benih, dan kultur jaringan.
Sebagai sumber genetik,
plasma nutfah merupakan sumber sifat yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan
untuk perbaikan genetik tanaman dalam rangka menciptakan jenis unggul atau
kultivar baru untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Tanpa adanya sumber-sumber
gen, maka upaya memperoleh kultivar-kultivar yang lebih sesuai untuk kebutuhan
manusia tidak akan berhasil. Semakin beragam sumber genetik, semakin besar
peluang untuk merakit varietas unggul baru yang diinginkan (Sumarno, 2007). Hal
ini berarti keragaman genetik diharapkan tidak terbatas, tetapi kenyataannya
banyak sumber genetik yang punah karena tidak dipelihara (Rao dan Riley, 2004).
Tabel 1.
Contoh kegagalan panen yang disebabkan oleh keseragaman genetik.
Tanaman
|
Negara
|
Jumlah varietas
|
Padi
|
Sri Lanka
|
Dari 2000 varietas pada tahun 1952, kurang lebih tinggal 100
saat
|
Padi
|
Bangladesh
|
62% varietas yang ada berasal dari 1 varietas yang umum
|
Padi
|
Indonesia
|
74% varietas yang ada berasal dari 1varietas yang umum
|
Gandum
|
USA
|
50% dari tanaman terdiri dari 9 varietas
|
Kentang
|
USA
|
75% dari tanaman terdiri dari 4 varietas
|
Kedelai
|
USA
|
50% dari tanaman terdiri dari 6 varietas
|
Sumber : World
Conservation Monitoring Centre. 1992. Global Biodiversity : Status of the
Earth’s Resources (Brian Groombridge,
ed). London : Chapman & Hall.
Tabel 2. Berkurangnya keragaman Buah-buahan dan Sayur-sayuran,
dari tahun 1903 sampai 1983 (Varietas pada NSSL Collection)
Tanaman
|
Nama taxonomi
|
Jumlah tahun 1903
|
Jumlah tahun 1983
|
Hilang (%)
|
Asparagus
|
Asparagus
officinalis
|
46
|
1
|
97.8
|
Kedelai
|
Phaseolus vulgaris
|
578
|
32
|
94.5
|
Bit
|
Beta vulgaris
|
288
|
17
|
94.1
|
Wortel
|
Daucus carota
|
287
|
21
|
92.7
|
Bawang
|
Allium ampeloprasum
|
39
|
5
|
87.2
|
Letus
|
Lactuca sativa
|
487
|
36
|
92.8
|
Bawang merah
|
Allium cepa
|
357
|
21
|
94.1
|
Parsnip
|
Pastinaca sativa
|
75
|
5
|
93.3
|
Pea
|
Pisum sativum
|
408
|
25
|
93.9
|
Lobak
|
Raphanus sativus
|
463
|
27
|
94.2
|
Bayam
|
Spinacia oleracea
|
109
|
7
|
93.6
|
Timun-timunan
|
Cucurbita spp.
|
341
|
40
|
88.3
|
Kobis
|
Brassica rapa
|
237
|
24
|
89.9
|
Sumber : Carry
Flower, and Pat Mooney. 1990. The Threatened Gene – Food Politics, and the Loss
of Genetic Diversity. Cambridge : The Luthworth Press.
2.2
Status Pengelolaan Plasma Nutfah Nasional
Menurut
Sumarno (2007), perangkat organisasi pengelolaan plasma
nutfah Nasional belum merupakan sistem integratif yang saling menunjang hingga
dapat menangani per plasma nutfahan secara optimal. Pengeluaran, penerimaan, eksplorasi
dan pertukaran plasma nutfah ditangani oleh banyak instansi secara
masing-masing, tidak lewat satu pintu kebijaksanaan. Pemberiaan ijin CITES bagi
plasma nutfah spesies langka, secara khusus ditangani oleh Dirjen Perlindungan
Sumber Daya Hutan, Departemen Kehutanan, sedang ijin pengeluaran plasma nutfah
ditangani oleh Dirjen terkait dengan jenis tanaman. Perangkat kelembagaan
pengelolaan plasma nutfah yang ada pada tatanan Nasional dan Regional adalah
sebagai berikut:
1. Komisi Nasional Plasma nutfah (KNPN)
Komisi Nasional Plasma
nutfah telah ada sejak 30 tahun yang lalu. Organisasi KNPN terbaru didasarkan
pada SK Mentan No. 532/1999, terdiri dari
Pengarah dan Pelaksana
Harian (KNPN, 2000). Pada dasarnya tugas KNPN hanyalah terbatas pada memberikan
saran kebijaksanaan pengelolaan plasma nutfah kepada Menteri Pertanian. Tetapi
pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan plasma nutfah sangat tergantung
kepada kamampuan masing-masing unit kerja di berbagai Pusat dan Balai
Penelitian. Karena komisi ini bersifat adhoc, maka kemampuan dalam
pengelolaan plasma nutfah secara operasional, dapat dikatakan minimal.
2. Pengelolaan Operasional Plasma nutfah
(a) Koleksi plasma
nutfah di Pusat dan Balai Penelitian
Pengelolaan operasional
plasma nutfah tanaman sebagian besar dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan
Balai Penelitian Komoditas Pertanian, di bawah Badan Litbang Pertanian. Pusat
atau Balai Peneltian komoditas mengelola koleksi plasma nutfah komoditi yang
menjadi tanggung jawabnya. Koleksi plasma nutfah ini pada dasarnya dimaksudkan
untuk mendukung program pemuliaan, sehingga sifat koleksi lebih sebagai ‘Koleksi
material kerja’ (working collection). Masing-masing instansi
pengelola plasma nutfah berdiri sendiri, tidak terdapat koordinasi dan kesamaan
kebijaksanaan dalam pengelolaan antar Pusat dan Balai Penelitian.
(b) Koleksi Plasma
nutfah di Instalasi/Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sebagai akibat
reorganisasi Badan Litbang Pertanian pada tahun 1995, Sub Balai Penelitian
dirubah dan digabung menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan kebun
koleksi plasma nutfah milik Balai Penelitian di daerah banyak dilepaskan dan
menjadi tanggung jawab Balai Pengkajian yang tidak memiliki fungsi penelitian
pemuliaan. Akibat dari reorganisasi tersebut banyak koleksi plasma nutfah yang
terlantar, rusak, dan atau tidak termanfaatkan. Keadaan ini sangat merugikan
system plasma nutfah nasional dan mengakibatkan pemiskinan terhadap koleksi
plasma nutfah yang sangat berharga. Tindakan pengamanan terhadap plasma nutfah,
dengan mengembalikan Instalasi pemelihara plasma nutfah kepada Balai Penelitian
Komoditas terkait, perlu segera dilakukan.
(c) Koleksi Plasma
nutfah di Fakultas Pertanian
Secara terbatas,
beberapa Fakultas Pertanian memiliki koleksi plasma nutfah tanaman, yang
menjadi minat Dosen Pemuliaan Tanaman yang bersangkutan. Sebagai contoh,
Fakultas Pertanian UGM memiliki koleksi padi gogo; FP UNIV Jember koleksi
kedelai; FP UNPAD koleksi kedelai, cabe merah; FP UNIBRA koleksi pisang. Namun disebabkan
tiadanya pendanaan, pemeliharaan koleksi plasma nutfah di Fakultas Pertanian
belum dapat diandalkan.
(d) Koleksi Plasma
Nutfah oleh Pemerintah Daerah
Yang patut mendapat
pujian adalah inisiatif Pemerintah Kodya Yogyakarta, melalui Dinas Pertanian
Kota Madya yang memiliki koleksi plasma nutfah pisang yang cukup besar.
Varietasvarietas lokal dari seluruh Indonesia terkoleksi di koleksi pisang ini.
Namun fungsi koleksi plasma nutfah pisang ini belum terintegrasi dengan
pemuliaan tanaman pisang, masih terbatas sebagai sumber perbenihan dan obyek
kunjunganwisata.
(e) Koleksi Plasma
Nutfah oleh LIPI
Kegiatan pelestarian
keragaman plasma nutfah tanaman di lingkup institusi LIPI merupakan bagian dari
koleksi spesies tanaman (keragaman hayati flora) dalam bentuk Kebun Raya, cagar
alam, Kebun koleksi spesies koleksi plasma nutfah tanaman dilakukan terhadap
spesies anggrek, bambu, dan beberapa tanaman‘non utama’ lain.
(f) Koleksi Plasma
nutfah sebagai usaha
Komersial Perorangan,
koperasi, atau perusahaan yang berkaitan dengan usaha-komersial tanaman hias,
sering mempunyai koleksi plasma nutfah dari spesies tertentu, seperti anggrek,
palem, mawar, dan lain-lain, tetapi koleksinya terbatas pada plasma nutfah yang
memiliki keunikan sifat hiasan.
(g) Koleksi plasma
nutfah oleh penghobi tanaman
Perorangan mempunyai
koleksi plasma nutfah tanaman tertentu sebagai hobi. Contoh koleksi hobi
terhadap tanaman hias puring, ubi kayu, palem, dan lainlain.
(h) Koleksi plasma
nutfah pada koleksi keanekaragaman hayati
Instansi, perusahaan,
LSM dan lembaga kemasyarakatan seperti PKK, Karang Taruna banyak yang memiliki
kebun koleksi spesies (koleksi keanekaragaman hayati), masing-masing spesies
terdiri dari beberapa ‘varietas’. Pemahaman koleksi plasma nutfah pada
koleksi spesies sering dicampur-adukan pengertiannya. Pada koleksi spesies yang
berupa koleksi keanekaragaman hayati, status koleksi plasma nutfahnya minimal.
(i) Koleksi Plasma
Nutfah di Petani/pedesaan
Plasma nutfah tanaman
yang berupa varietas lokal, strain lokal atau ‘land races’ banyak dipelihara
petani dan dimanfaatkan sebagai bahan usaha budidaya. Walaupun setiap petani
mungkin hanya memiliki satu-dua varietas lokal/ strain alamiah, tetapi dengan
banyaknya petani di seluruh Indonesia, maka total koleksi plasma nutfah varietas
local untuk komoditi tertentu sangat besar. ‘Koleksi’ plasma nutfah
milik petani inilah yang perlu kita lindungi hak kepemilikannya, berdasarkan
CBD (Convention of Biodiversity) termasuk ketentuan ‘National
Sovereign Rights’ (NSR) dan ‘Prior Informed Consent’ (PIC). Berbagai
cara pelestarian plasma nutfah secara partisipatif telah dibahas sebelumnya (Sumarno,
2007).
(j) Koleksi Plasma
nutfah di Habitat Asli
Plasma nutfah yang
terdapat di habitat asli terutama adalah spesies asli Indonesia, seperti durian,
salak, tebu, palem, rambutan, umbi-umbian (yam/ Dioscorea),
pisang, anggrek, dan kemungkinan masih banyak spesies tanaman lain yang plasma
nutfahnya cukup banyak yang belum teridentifikasi. Pelestarian plasma nutfah
secara in situ ini sangat rawan kerusakan, karena eksploitasi dan
konversi hutan yang kurang bersifat konservatif. Kebijakan pelestarian plasma
nutfah secara in situ kita masih lemah. Dari keberadaan seluruh
perangkat pengelolaan plasma nutfah tersebut nampak bahwa integrasi keseluruhan
kegiatan dan kebijakan belum nampak. Kegiatan pengelolaan plasma nutfah pada masing-masing
instansi (Pusat, Balai, Fakultas Pertanian) merupakan bagian kecil dari
kegiatan pokok instansi, sehingga pendanaannya jarang memperoleh prioritas.
2.3 Klasifikasi
Jabon
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub Kelas :
Asteridae
Ordo : Rubiales
Famil : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Anthochepalus
Spesies : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.
Ordo : Rubiales
Famil : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Anthochepalus
Spesies : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.
2.4 Budi
Daya Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)
Mulyana (2010), Jabon (Anthocephalus
cadamba) lebih bagus daripada kayu lainnya, tekstur lebih halus, bentuknya
silinder lurus, berwarna putih kekuningan dan tidak berserat, batang mudah
dikupas, lebih mudah dikeringkan atapun direkatkan dan tidak cacat, Arah serat
terpadu, permukaan kayu mengkilap, kayu jabon juga sudah
terbukti keawetannya atau daya tahannya. Merupakan salah satu jenis kayu /
pohon yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis
dengan ekologi tumbuh pada :
Ketinggian : 10-2000m dpl
Curah hujan : 1250-3000m/th
Perkiraan
suhu : 100 C – 400
C
Kondisi
tanah (PH) : 4,5 – 7,5.
Jabon
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya, termasuk
albasia (sengon). Dari hasil uji coba yang telah kami lakukan, keunggulan
tanaman jabon dapat diuraikan dari beberapa kriteria, diantaranya sebagai
berikut :
(a) Pertumbuhan
Pertumbuhan pohon jabon sangat cepat bila dibandingkan dengan jenis kayu keras lainnya :
Pertumbuhan pohon jabon sangat cepat bila dibandingkan dengan jenis kayu keras lainnya :
1.
Diameter
batang dapat tumbuh berkisar 10cm/th.
2.
Tinggi batang
pada usia 12 tahun dapat mencapai 20 meter, sehingga pada usia 6-8 tahun sudah
dapat dipanen, berbatang silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus.
3.
Tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa
pertumbuhan cabang akan rontok sendiri.
(b) Penanaman dan Perawatan
Jabon merupakan tanaman yang mudah
tumbuh dan berkembang dan tidak memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya. Pola Hutan
Rakyat Umumnya menggunakan jarak tanam 2 x 2,5 m. namun hasil pertumbuhan dan
perkembangan diameternya tidak begitu cepat dan maksimal, cara ini biasanya
digunakan masyarakat dengan membiarkan tumbuh liar dengan sendirinya ibarat
hutan. Perkebunan
pada umumnya menggunakan jarak tanam yang direkomendasikan yaitu 4 x 5 m. jarak
tersebut dapat memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan diameter
batangnya,sebab radius lingkaran bayangan kebawah batang atas pohon adalah
wilayah penyerapan unsur-unsur hara ditanah oleh akar pohon. jadi jarak 4 x 5 m
adalah yang paling baik bagi pertumbuhan pohon jabon (Mulyana, 2010).
(c)
Cara Tanam :
Buka Lobang Lebar.40 x Panjang.40 x dalam 50 cm.
(untuk bibit 40-50 cm) Lalu masukan Kompos+NPK 2,5 gr
(campur) sebagai pupuk dasar diendapkan dilubang setinggi 30 cm (dapat langsung
tanam/3-7 hr kemudian baru tanam),kemudian masukkan bibit yang polibagnya sudah
dibuka/disobek kedalam,dudukan yang benar/rata,lalu isi tanah kompos sebagai
penutup akar dengan tanah setinggi 20 cm (jangan diterlalu dipadatkan),hingga
tersisa lubang 10 cm sebagai kantong air (Mulyana, 2010).
(d) Perawatan :
Semprot Pungisida secara aktip per 2 minggu sekali selama 3-5 bulan tergantung keadaan gangguan, agar daun tidak dimakan ulat.setelah daun cukup banyak pengusida sudah tidak perlu disemprotkan lagi,sebab daun tidak akan habis dimakan ulat sebab daun sudah banyak (Mulyana, 2010).
Semprot Pungisida secara aktip per 2 minggu sekali selama 3-5 bulan tergantung keadaan gangguan, agar daun tidak dimakan ulat.setelah daun cukup banyak pengusida sudah tidak perlu disemprotkan lagi,sebab daun tidak akan habis dimakan ulat sebab daun sudah banyak (Mulyana, 2010).
(e)
Pemupukan
untuk
pertumbuhan maksimal dapat dilakukan sampai usia 3 tahun, cukup kompos + NPK,
Periode pemupukan 1-2 kali/setahun. Awal tanam -
1 Tahun : NPK 1 sendok makan (tabur jgn kena/menumpuk pada batang pangkal)
1 Tahun - 2
Tahun : Kompos 4 kilo + NPK 2,5 On
2
Tahun - 3 Tahun : Kompos 8 kilo + NPK 7,5 On
Dapat juga hanya dengan kompos :
1
Tahun - 2 Tahun : Kompos 10 Kilo
2
Tahun - 3 Tahun : Kompos 10 kilo
Kompos
sangat penting peranannya,kompos berperan sebagai absorbent yg dapat menyimpan
mineral & unsur hara dan memperlancar pertukaran kation didalam tanah.
tampa kompos tanah semakin lama semakin jenuh,jika tanah jenuh pemberian pupuk
menjadi sia-sia dikarenakan tanah jenuh tidak dapat lagi mengikat mineral
sehingga pupuk yang diberikan tidak dapat mengurai kedalam tanah dan akan
menguap atau tercuci, kompos memperbarui kondisi tanah dan menjadikan tanah
disekitar pangkal pohon/akar menjadi lembab dan subur, dengan kompos pupuk yang
diberikan dapat mengurai dengan baik sehingga akar menjadi mudah menyerap unsur
hara tersebut. Perawatan Kebersihan disekitar pohon,agar sumber
makanan akar tidak terganggu dan dapat maksimal diserap akar pohon.minimal
perawatan sampai usia 1 tahunan,untuk selebihnya dapat juga dibiarkan,sebab
daya serap akar sudah kuat (Mulyana, 2010).
(f) Pemasaran
Karena
jenisnya yang berwarna putih agak kekuningan tanpa terlihat seratnya, maka kayu
jabon sangat dibutuhkan pada industri kayu lapis (plywood), bahan baku meubel
dan furniture, serta bahan bangunan non kontruksi. Keunggulan inilah yang
membuat pemasaran kayu jabon sama sekali tidak mengalami kesulitan, bahkan
industri kayu lapis siap untuk membeli setiap saat dalam jumlah yang tidak
terbatas (Mulyana, 2010).
(g)
Nilai Ekonomis
Budidaya
tanaman jabon akan memberikan berbagai keuntungan yang sangat menggiurkan
apabila dikerjakan secara serius dan benar. Dari hasil perhitungan yang telah
dilakukan pada tanaman jabon setelah dipanen pada usia 8-10 tahun (asumsi harga
terendah, dan batang terkecil) pada setiap batang kayu jabon diperoleh :
ü tinggi
batang yang bisa terjual rata-rata 12m
ü diameter
batang rata-rata 30 cm
Budidaya
tanaman jabon akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila
dikerjakan secara serius dan benar. Perkiraan dalam 4 – 5 tahun mendatang,
diperoleh dari penjualan 625 pohon berumur 4 – 5 tahun sebanyak 800 – 1.000 m3
per ha. Prediksi harga jabon pada 5 tahun mendatang Rp1,2-juta/m3.
Dengan harga jual Rp1,2-juta per m3 dan produksi 800 m3,
maka omzet dari penanaman jabon mencapai Rp960-juta per ha. Saat ini harga per
m3 jabon berumur 4 tahun mencapai Rp716.000; umur 5 tahun,
Rp837.000. Andai harga jabon tak terkerek naik alias Rp716.000 per m3,
maka omzet dari budidaya jabon ‘hanya’ Rp572.800.000 (Mulyana, 2010).
2.5 Klasifikasi
Sengon
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Albizia
Spesies : Albizia falcataria (L.) Fosberg
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Albizia
Spesies : Albizia falcataria (L.) Fosberg
2.6
Sengon (Parasenathes falcataria)
Sengon atau
albasia (parasenanthes falcataria/albizia falcatara), kadang-kadang
orang menyebutnya jeungjing, merupakan tanaman kayu yang dapat mencapai
diameter cukup besar apabila telah mencapai umur tertentu. Tajuk tanaman sengon
berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun
sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan
mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan
dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya
tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar
rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah
disekitar pohon sengon menjadi subur.Buah sengon berbentuk polong, pipih,
tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30
biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna
coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin (Santoso, 2008).
2.7 Habitat
Sengon
Tanaman
sengon dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang sangat luas, dengan
demikian dapat tumbuh dengan baik hampir di sembarang tempat.
Beberapa
keunggulan tanaman sengon antara lain:
1.
Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang
dalam umur yang relatif pendek.
2.
Karena memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat
menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan.
3.
Mudah bertunas kembali apabila ditebang, bahkan
apabila terbakar.
4.
Biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah
diperoleh dan disimpan.
Berdasarkan
pada beberapa keistimewaan itulah tanaman albasia dijadikan tanaman penghijauan
hampir di semua wilayah. Lebih penting lagi, tanaman albasia memiliki nilai
ekonomis tinggi. Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman
sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter
dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak
berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak
mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.
Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang
bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar
pH 6-7. Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 – 800 m
dpl. dengan iklim A, B dan C bercurah hujan rata-rata 2.000-4.000
mm/tahun.Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai
ketinggian 1500 m di atas permukaan laut (Santoso, 2008).
Sengon
termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar
18 ° – 27 °C. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya
sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara
dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas
suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu
15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan
memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm. Kelembaban
juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban
tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan
kelembaban sekitar 50%-75% (Santoso, 2008).
2.8 Keistimewaan
Sengon
Menurut Santoso (2008), Pohon sengon
merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat
dimanfaatkan untuk beragam keperluan, antara lain :
1.
Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya
merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis
ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing menyukai
daun sengon tersebut.
2.
Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar
sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi
akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan
openyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat
membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat
ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani
penggarapnya.
3.
Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari
pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat
ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan
berupa papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan
penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan
partikel, bahan baku industri pulp kertas dll.
BAB 3. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar
Produksi Tanaman dengan acara Eksploitasi dan Inventarisasi Plasma Nutfah
berlangsung pada hari Rabu, 04 April 2012 pukul 07.00 WIB, bertempat di
Laboratorium Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Jember.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1
Bahan
1. Bibit tanaman langka
2. Foto tanaman langka
yang sudah tua
3.2.2
Alat
1. Kamera
2. Kertas foto
3.3
Cara Kerja
1. Mencari tanaman
lokal langka yang ada di suatu daerah.
2. Mengambil gambar
tanaman langka tersebut dengan kamera.
3. Mencetak foto hasil
pemotretan yang telah dilakukan.
4. Mengambil bibitnya
untuk dilestarikan.
BAB 4. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Negara
Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat besar, keanekaragaman jenis yang
besar. Luasnya daerah wilayah penyebaran spesies, menyebabkan spesies-spesies
tersebut menjadikan keanekaragaman plasma nutfah cukup tinggi. Masing-masing
lokasi dengan spesies-spesies yang khas karena terbentuk dari lingkungan yang
spesifik.
Definisi yang terdapat pada Kamus Pertanian,
plasma nutfah adalah substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di
dalam setiap kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau
dirakit agar tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru. Plasma Nutfah
merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun-termurun,
sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang
lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan
terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan
sebagainya.
Plasma nutfah tersebut bila tidak dilindungi
dengan tepat dan benar akan dapat menyebabkan kelangkaan dan bahkan kepunahan.
Tanaman dikatakan mengalami kelangkaan atau kepunahan bila jenis tanaman
tersebut telah musnah atau hilang dari muka bumi yang dapat disebut kategori Punah
(exinct), jenis tanaman tersebut terancam
kepunahan dan tidak akan bertahan tanpa
adanya perlindungan yang yang kuat yang disebut kategori Genting (endangered), kategori tanaman tidak segera
terancam kepunahan, tetapi terdapat dalam jumlah sedikit dan eksploitasinya
yang terus berjalan sehingga perlu perlindungan yang disebut kategori Rawan (vulnerable), tanaman yang populasinya
besar tetapi tersebar secara lokal atau daerah penyebarannya luas tetapi jarang
ditemui serta mengalami erosi yang sangat hebat yang disebut kategori Jarang (Rare), tanaman yang mengalami proses
pelangkaan tetapi informasi keadaan yang sebenarnya belum mencukupi, sebagian
besar jenis yang dianggap langka tergolong dalam kelompok ini yang disebut
kategori Terkikis (Indeterminate).
Dari kelima lima kategori ini kita dapat menyebutkan tanaman apa saja yang
tergolong langka.
Beberapa
contoh plasma nutfah yag harus dilindungi agar kelangsungan hidupnya tetap
lestari dengan baik dan menjaga tanaman tersebut tidak mengalami kepunahan
yaitu tanaman Jabon dan Sengon. Dari hasil pengumpulan data dan innformasi yang
didapat bahwa tanaman Jabon dan Sengon merupakan jenis tanaman yang tergolong
kategori rawan. Hal ini terbukti dari hasil survei yang telah dilakukan
dibeberapa daerah di Jember bahwa tanaman Jabon dan Sengon tersebut jarang
ditemui namun eksploitasinya yang terus berlanjut. Dalam hal ini bila dibiarkan
secara terus-menerus akan dapat menyebabkan tanaman ini mengalami kepunahan.
Kebutuhan manusia yang terus bertambah seperti kebutuhan akan perkakas rumah
tangga, kayu bangunan, kayu keperluan pabrik dan lain sebagainya membuat tanman
ini menjadi idola manusia untuk diekploitasi secara besar-besaran. Akibat dari
keserakahan manusia ini juga, tanaman jenis Jabon dan Sengon dapat mengalam
kepunahan. Bila hal ini tidak ada pencegahan maka lama-kelamaan tanaman jenis
ini dapat mengalami kepunahan.
Sering
kali manusia mengeksploitasi tanaman jenis Jabon dan Sengon karena tanaman
jenis ini mempunai banyak manfaat untuk kebutuhan hidup manusia. Sebut saja
Jabon yang sekarang ini menjadi idola karena keaadaan teksturnya mirip dengan
jati, sehingga sering dimanfaatkan oleh manusia untuk membuat meja, kursi,
bahan bangunan, pintu, jendela dan lain sebagainya. Namun tanaman ini juga
mempunyai sedikit kelemahan karena kurang tahan terhadap rayap dan tidak
terlalu tahan oleh perubahan cuaca yang ekstrim sehingga mudah lapuk. Sedangkan
pada tanaman Segon sendiri mempunyai manfaat untuk dibuat kotak-kotak buah,
karena kayu Sengon tergolong kayu yang ringan. Selain itu sengon juga dapat
dimanfaatkan untuk membantu tukang bangunan untuk penutup dalam pengecoran
bangunan. Namun kayu Sengon mudah terserang rayap dan mdah mengalami pelapukan
bila terkena pemanasan dan terkena air yang bergantian secara terus menerus.
Dari akibat
eksploitasi manusia yang tidak bertanggung jawab ini dan dilakukan secara
terus-menerus tanpa memperhatikan pelestariannya maka dapat berdampak buruk dimasa mendatang yaitu
tanaman dapat mengalami kepunahan dan dapat murusak lingkungan sekitarnya serta
berdampak buruk pada kehidupan mahluk hidup disekitarnya. Karena habitat untuk
mereka bertahan hidup telah mengalami kerusakan. Untuk mencegah hal ini dapat
dilakukan dengan pelestarian pada plasma nutfah tersebut, agar kelangsungan
hidup mahluk hidup yang menghuni areal tersebut dapat berjalan stabil dan baik.
Mengingat
pentingnya peranan plasma nutfah bagi kelangsungan hidup maka konservasi perlu
lebih ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman jenis species dan
ekosistemnya. Tujuan dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan dan
mengelolanya secara berkelanjutan serta memanfaatkan untuk kesejahteraan
bangsa. Usaha konservasi plasma nutfah sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan program pembangunan pada masa mendatang terutama pada sektor
kehutanan dan pertanian. Berikut merupakan upaya pelestarian plasma nutfah:
1. Eksplorasi
Eksplorasi adalah mencari dan mengumpulkan
jenis-jenis plasma nutfah untuk mengamankannya dari kepunahan. Plasma nutfah
yang ditemukan diamati dan dicatat sifat-sifatnya. Pada eksplorasi plasma
nutfah perlu digali keterangan dari masyarakat sekitar hutan untuk mengetahui
sifat yang penting dai plasma nutfah tersebut (Marum, 2006).
2. Konservasi
Konservasi plasma nutfah ditujukan untuk
memelihara dan mengelola semua koleksi agar terhindar dari kepunahan sehingga
harus dijaga agar tetap hidup. Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan dengan
cara in-situ dan ex-situ, yaitu: In-situ adalah pelestarian ekosistem serta
pemeliharaan pada lingkungan alam asal habitat yang asli tanpa campur tangan
manusia (Marum, 2006). Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies
jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran
populasi minimum viable (viable population areas) dari
target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di
dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat
dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies
yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ
tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan
simbiotik di antara tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang
berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di dalam ekosistem. Ex-situ adalah
pelestarian dengan memindahkan suatu jenis kesuatu lingkungan baru, konservasi
diluar habitat aslinya (Marum, 2006). Konservasi ex situ ini sesungguhnya
sangat bermanfaat untuk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk
menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipergunakan sebagai cara
terakhir atau sebab suplemen terhadap konservasi in-situ karena tidak dapat
menciptakan kembali habitat secara keseluruhan: seluruh varisi genetik dari
suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka
panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang
berubah. Sebaliknya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks
ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana
evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan
mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode
penyimpanan kriogenik, proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi
membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke
alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi genetik dan mutasi yang akan
memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.
3. Karakterisasi
Karakteristik perlu diketahui supaya plasma
nutfah dapat hidup dan tumbuh optimal. karaterisasi adalah melihat morfologi,
agronomi, dan fisiologinya (Marum, 2006).
4. Evaluasi
Bertujuan untuk mengetahui toleransi atau
ketahanan spesies terhadap penyakit dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
plasma nutfah hewan dievaluasi terhadap system reproduksi, system pakan, laju
kelahiran. System ini membantu dalam menevaluasi keadaan tanaman di lapang
apakah telah mamu bertahan dan berkembang dari ancaman berbagai gangguan pada
tanaman (Marum, 2006).
5. Dokumentasi
Salah satu langkah yang penting dalam
melestarikan plasma nutfah adalah dokumentasi. Informasi yang didapatkan dari
hasil karakterisasi dan evaluasi didokumentasikan dan disimpan didatabase.
Dokumentasi ini sangat penting untuk tujuan pertukaran informasi.
Untuk melindungi plasma nutfah agar tetap
lestari dan berkembang secara konsisten, harus ditunjang dengan pengelolaan
plasma nutfah yang berkelanjutan. Pengelolaan plasma nutfah yang berkelanjutan
memerlukan dukungan bersama dari pemerintah, masyarakat, LSM dan pengusaha
dengan kerjasama atau kemitraan. Dengan dukungan dari segala komponen ini
diharapkan pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan secara mudah dan efisien
karena semuanya saling mendukung.
Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan dari pengkoleksian
dari plasma nutfah yaitu menjaga agar tanaman jenis tersebut tidak segera
mengalami kepunahan dan diharapkan dengan adanya perlindungan yang tepat maka
kelestarian dari tanaman tersebut akan tetap terjaga. Selain hal tersebut
fungsi dari pengkoleksian dari pengkoleksian plasma nutfah itu sendiri yaitu
mejaga keseimbangan dari ekosistim agar tidak rusak serta sebagai subtansi pengembangan
tanaman baru yang mempunyai sifat yang unggul dan mampu bertahan hidup dalam
jangka waktu yang lebih lama lagi dan tahan terhadap perubahan lingkungan yang
ekstrim.
DAFTAR PUSTAKA
Carry Flower, and Pat
Mooney. 1990. The Threatened Gene – Food Politics, and the Loss of Genetic
Diversity. Cambridge : The Luthworth Press.
Frankel, O.H. and M.E. Soule. 1981.
Conservation and evaluation. Cambridge University Press,Cambridge.
Marum, Oval. 2006. Pengelolaan Plasma
Nutfah Kehutanan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VII.
Mulyana,
Dadan. 2010. Bertanam Jabon. Jakarta : PT AgroMedia
Pustaka.
Rao, V. R. and K. W Riley. 2004.
The use of biotechnology for conservation and utilization of plant genetic
resources. Plant Genetic Resources Newsletter No. 97: 3
Santoso,
Hieronemus Budi. 2008. Budidaya Sengon. Yogyakarta
: Kanisius.
Sumarno. 2007. “Menuju
Sistem Pengelolaan Plasma Nutfah Tanaman Secara Adil dan Bermanfaat”. Zuriat 18 (1).
Widyastuti, Netty. 2000.
“Pelastarian Tanaman Pangan dengan Teknik Kultur In Vitro”. Jurnal teknologi lingkungan 1(3):
206-211.
World Conservation
Monitoring Centre. 1992. Global Biodiversity : Status of the Earth’s
Resources (Brian Groombridge, ed).
London : Chapman & Hall.
0 komentar:
Posting Komentar