BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan tanaman dengan sifat yang baik
semakin meningkat. Kebutuhan ini bila tidak diimbangi dengan penyediaan tanaman
berkulitas dalam waktu cepat akan menimbulkan masalah. Selain itu rendahnya
kemampuan menghasilkan tanaman dalam waktu cepat akan menurunkan nilai ekonomis
dari pertanian. Oleh karena usaha-usaha diluar batas konvensional harus segera
dilakukan untuk mengatasi hal ini.
Pengembang biakan tanaman dalam hal
ini tidak bisa lagi dilakukan dengan cara konvensional. Pengembangbiakan dengan
cara konvensional seperti menggunakan biji akan membutuhkan waktu lama dan
sifat dari tanaman baru yang dihasilkan akan berbeda dengan tanaman induk. Oleh
karena itu metode pengembangbiakan vegetatif menjadi jawaban dari masalah ini.
Pengembang biakan vegetatif adalah pengembangbiakan yang dilakukan secara tidak
kawin yaitu menggunakan organ vegetatif dari tanaman.
Keunggulan pembiakan tanaman secara
vegetatif adalah waktu yang diperlukan untuk menghasilkan individu baru cepat
dan individu yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan tanaman induk.
Oleh karena itu metode ini adalah metode yang mampu menjawab masalah
sebelumnya, karena dengan metode vegetatif ini pembiakan tanaman tidak perlu
menunggu tanaman melakukan penyerbukan terlebih dahulu dan juga bisa menjamin
bahwa hasil dari tanaman yang dihasilkan memiliki sifat sama dengan tanaman
induk.
Salah
satu metode dari pembiakan tanaman secara vegetatif adalah metode okulasi.
Metode okulasi atau disebut juga metode Budding
adalah metode pengembangbiakan tanaman dengan cara lateral grafting dengan
menggunakan satu mata tunas sebagai batang atas. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh sifat-sifat baik / unggul yang dimiliki batang atas. Adapun
pelaksanaannya dengan menyisikan mata tunas pada batang bawah diantara kedua
buku. Bagan batang bawah diatas sisipan mata tunas dihilangkan agar mata tunas
ini mempunyai kekuatan tumbuh untuk membentuk ujung batang baru sebagai
pengganti bagian batang bawah yang telah dihilangkan.
1.2 Tujuan
1.
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membiakkan tanaman dengan teknik
okulasi.
2.
Untuk mengetahui
keberhasilan pembiakan tanaman secara okulasi dan untuk meningkatkan nilai
penggunaan tanaman.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Okulasi
Okulasi
sering juga disebut dengan menempel, oculatie (Belanda) atau Budding (Inggris).
Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan
setek dan cangkok. Kelebihannya adlah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik
daripada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada
tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan
penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi
mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik
digunakan sebagai batang bawah. Sedang tanaman yang mempunyai buah lezat
diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah yang dikenal dengan sebutan
entres atau batang atas (Wudianto, 2002).
2.2 Pengaruh
Batang Bawah Terhadap Batang Atas
Menurut Ashari (1995) pengaruh
batang bawah terhadap batang atas antara lain (1) mengontrol kecepatan tumbuh
batang atas dan bentuk tajuknya, (2) mengontrol pembungaan, jumlah tunas dan
hasil batang atas, (3) mengontrol ukuran buah, kualitas dan kemasakan buah, dan
(4) resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman. Menurut Sumarsono (2002),
Stadia entres berpengaruh terhadap pertumbuhan batang bawah. Pertambahan batang
bawah yang diokulasi dengan entres muda selama 90 hari mencapai 1,80 cm,
sedangkan yang diokulasi dengan entres agaktua dan tua bertambah sebnayak 1,20
cm dan 1,10 cm saja.
Pengaruh
batang atas terhadap batang bawah juga sangat nyata. Namun pada umumnya efek
tersebut timbal balik sebagaimana pengaruh batang bawah terhadap batang
atas. Perbanyakan Batang Bawah Batang bawah ada yang berasal dari semai
generatif dan dari tan vegetatif (klon). Batang bawah asal biji (semai) lebih
menguntungkan dalam jumlah, umumnya tidak membawa virus dari pohon induknya dan sistem perakarannya bagus.
Kelemahannya yaitu secara genetik tidak
seragam. Variasi genetik ini dapat mempengaruhi penampilan tanaman batang atas setelah ditanam. Oleh karena itu
perlu dilakukan seleksi secermat mungkin terhadap batang bawah asal biji
(Ashari, 1995).
Selain pengaruh batang atas dan batang bawah ada
faktor yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi keberhasilan dalam okulasi,
faktor tersebut adalah faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan oksigen
sangat berpengaruh dalam keberhasilan penyambungan dan okulasi. Faktor
berikutnya adalah serangan penyakit yang menyebabkan kegagalan okulasi
meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan dan kelembapan yang tinggi
(Santoso, 2006).
2.2
Metode Penyambungan
Metode Penyambungan
Menurut Ashari (1995) terdapat 2 metode penyambungan, yaitu sambung
tunas dan sambung mata tunas.
1. Sambung Tunas/Grafting
Agar persentase jadi dapat
memuaskan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
a. Batang atas dan batang bawah harus kompatibel.
b. Jaringan kambium kedua tanaman harus
bersinggungan.
c. Dilakukan saat kedua tanaman berada pada
kondisi fisiologis yang tepat.
d. Pekerjaan segera dilakukan sesudah entres
diambil dari pohon induk.
e. Tunas yang tumbuh
pada batang bawah (wiwilan) harus dibuang setelah penyambungan selesai agar tidak menyaingi pertumbuhan tunas batang atas.
Metode yang dikembangkan adalah sambung lidah (tongue grafting), sambung
samping (side grafting), sambung celah (cleft grafting), sambung susu (approach
grafting), dan sambung tunjang (inarching).
2. Sambung Mata Tunas/Okulasi (Budding)
Masalah
yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari (1995) adalah
sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam
kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya belum
menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi
fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi
dorman.
Budding
dapat menghasilkan sambungan yang lebih
kuat, terutama pada tahun-tahun pertama daripada metode grafting lain karena
mata tunas tidak mudah bergeser. Budding juga
lebih ekonomis menggunakan bahan perbanyakkan, tiap mata tunas dapat
menjadi satu tanaman baru. Entres harus segera digunakan untuk okulasi maupun
uuntuk sambung, karena penundaan okulasi dan penyambungan lebih dari satu hari
sejak pengambilan entres akan menurunkan presentase bibit jadi dan memperlambat
pertumbuhan (Sumarsono, 2002).
Metode
budding yang sering digunakan antara lain okulasi sisip (chip budding), okulasi
tempel dan sambung T (T-budding). Pemilihan metode tergantung pada beberapa
pertimbangan, yaitu jenis tanaman, kondisi batang atas dan batang bawah,
ketersediaan bahan, tujuan propagasi, peralatan serta keahlian pekerja (Ashari,
1995).
Teknik okulasi yang
pertama kali dipersiapkan adalah pengambilan entres dari pohon induk dilakukan
sehari sebelum okulasi yaitu pada sore hari dimana kondisi lingkungan
disekitarnya sedang cerah. Cabang-cabang yang digunakan sebagai sumber entris
dipotong dengan gunting stek dengan jumlah mata tunas 5 buah per cabang.
Potongan-potongan cabang sumber entris diikat menjadi satu dengan tali dan
dibalut dengan kertas koran. Kemudian kumpulan cabang-cabang tadi diletakkan di
tempat yang lembab. Beberapa jam sebelum okulasi, cabang-cabang sumber entris diambil
dari pohon induk. Pada saat okulasi, entris diambil dari cabang sumber entris
dengan menggunakan pisau okulasi. Bentuk dari irisan tersebut adalah bulat
(Yusran, 2011).
2.3
Taksonomi dan Morfologi Mangga
Menurut Rukmana (1997), tanaman mangga termasuk
dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta) dengan biji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping dua (Dicotyledoneae).Tanaman mangga dalam sistematika (Taksonomi)
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Devisi
: Spermatophyta (tumbuhan
berbiji)
Sub
devisi : Angiospermae (berbiji
tertutup)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji
berkepng dua)
Ordo : Sapindales
Famili
: Anacardiaceae (mangga-manggaan)
Genus
: Mangifera
Species
: Mangifera indica L.
2.4
Sejarah Mangga di Indonesia
Para ahli memperkirakan mangga berasal dari daerah
sekitar Bombay dan daerah sekitar kaki gunung Himalaya. Kemudian dari daerah
tersebut menyebar keluar daerah, di antaranya ada yang sampai di Amerika Latin,
terutama Brazilia, sebagian benua Afrika, juga ke kawasan Asia Tenggara, seperti
Vietnam, kepulauan Philipina dan pulau Jawa. Pengembangan tanaman buah mangga
di Indonesia dapat dikatakan sudah meluas hampir di semua provinsi. Daerah atau
wilayah yang paling luas areal penanaman tanaman mangga adalah Jawa Timur dan
Jawa Tengah (Hewindati, 2006).
2.5 Bagian – bagian dari Tanaman Mangga
Menurut Rukmana (1997), pohon mangga termasuk pohon
buah-buahan berkeping dua (dicotyledoneae), akar-akarnya tumbuh jauh masuk ke
dalam tanah sampai berpuluh-puluh meter, batangnya lurus, besar dan kuat. 4 Bagian-bagian
pada pohon mangga yaitu :
1.
Akar
Mangga berakar tunggang (bercabang-cabang), dari
cabang akar ini tumbuh cabang kecil yang ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat
halus.
Kegunaan
akar :
1. Menguatkan
tegaknya pohon
2. Menyerap
unsur hara dari dalam tanah
3. Alat
pernafasan dari dalam tanah
Tidak
semua jenis unsur hara yang ada di dalam tanah diambil oleh bulu akar hanya
yang dibutuhkan oleh tanaman itu saja yang diambil. Jadi bulu akar hanya
mengetahui unsur hara yang diperlukan tanaman.
2.
Batang
Batang ialah bagian tengah dari tumbuhan yang tumbuh
keatas. Bagian ini mengandung zat-zat kayu sehingga tanaman mangga tumbuhtegak,
keras dan kuat. Pada batang yang masih
muda lapisan yang paling luar terbentuk dari kulit yang sangat tipis, disebut
kulit ari atau epidermis, kemudian kulit ini diubah menjadi lapisan gabus. Dalam
lapisan kayu terdapat pembuluh kayu yang berfungsi membawa unsur-unsur hara
dari akar ke atas. Dalam lapisan kulit terdapat lapisan sel yang membawa unsur
hara dari daun ke bagian lainnya. Lapisan sel yang di antara kedua lapisan
tersebut disebut kambium atau daging pembiak. Kambium kemudian tumbuh menjadi
kayu. Oleh karena itu pohon mangga dapat bertambah besar.
3.
Daun
Daun mangga diselimuti oleh kulit tipis yang tidak
terlihat dengan mata telanjang, yang dinamakan kulit ari. Kulit ari ini
berlubang-lubang kecil yang yang dinamakan mulut kulit. Melalui mulut kulit
inilah udara dapat keluar atau masuk ke dalam badan daun. Tiap-tiap bagian
tanaman mempunyai fungsi sendiri-sendiri yaitu untuk bernafas dan asimilasi.
4.
Bunga
Bunga mangga dapat melakukan penyerbukan sendiri
karena tepung sari yang jatuh pada tampuk berasal dari pohon itu sendiri. Hal
ini menyebabkan mangga disebut tanaman berumah satu. Bunga mangga terdiri dari
beberapa bagian dasar bunga, kelopak, daun bunga, benang sari dan kepala putik.
Bunga mangga dalam keadaan normal, adalah bunga majemuk yang tumbuh dari tunas
ujung. Tunas yang asalnya bukan dari tunas ujung tidak menghasilkan bunga, tetapi
menghasilkan ranting daun biasa.
5.
Buah
Pohon mangga berbuah sekitar bulan Agustus samapai
Oktober yaitu pada musim kemarau. Musim ini sangat baik pengaruhnya
terhadapproses pembentukan dan pembesaran sampai pemasakan buah di pohon. Terdapat
pohon mangga yang berbuah terlambat yaitu pada permulaan musim penghujan. Hal
ini menurunkan produksi mangga karena banyak bakal buah yang tidak jadi. Buah
mangga terdapat pada tangkai pucuk daun. Setiap tangkai terdapat 4 sampai 8
buah, bahkan ada yang lebih. Akan tetapi ada juga yang setiap tangkai buah
hanya terdapat satu buah karena buahnya besar dan berat, misalnya mangga
kuweni, golek, santok dan mangga merah dari Brazilia. Bentuk buah mangga
bermacam-macam : bulat penuh, bulat pipih, bulat telur, bulat memanjang atau
lonjong.
BAB 3. METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum Pembiakan Tanaman secara Vegetatif dengan Metode
Okulasi dilaksanakan pada hari Sabtu,
tangga 24 Maret 2012 bertempat di Laboratorium
Produksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
1. Pisau Okulasi
2. Plastik pengikat
3. Papan nama
3.2.2
Bahan
1. Pohon mangga sebagai batang bawah dan
entres mangga
3.3
Cara Kerja
1. Membuat sayatan melintang miring selebar kurang
lebih 1 cm pada pohon pokok.
2.
Melepaskan kulit
batang bagian runcing sedikit dan dijepit antara pisau dengan ibu jari, lalu
ditarik ke bawah sepanjang kurang lebih 3 cm.
3.
Memotong lidah
kulit batang yang terbentuk kira-kira 2/3 bagian, sisanya digunakan untuk
menutup entres.
4.
Mengambil entres
dengan jalan sebagai berikut : pada 2 cm diatas mata entres dikerat ke bawah
dengan kayunya, panjang entres kira-kira 3 cm.
5.
Memeriksa ada
tidaknya mata tunas, mata entres kemudian dipasang. Diusahakan bagian kulit
batang dengan kulit mata temple menyambung dengan benar.
6.
Mengikat
tempelan entres yang telah dipasang, dan diusahakan mata temple tidak terkena
air dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. 1995.
Hortikultura Aspek Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Hewindati, Yuni
Tri. 2006. Hortikultura. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Rukmana, R.
1997. Mangga. Kanisius. Yogyakarta.
Santoso,
B. 2006. “Variasi Pertumbuhan Jati Muna Hasil Okulasi”. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3(3):165-173.
Sumarsono,
Lasimin. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian Pada Stadia Entres dan Model Mata
Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik
Pertanian, (7) 1.
Wudianto,
Rini. 2002. Membuat Setek, Cangkok, dan
Okulasi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Yusran
dan Abdul Hamid Noer. 2011. “Keberhasilan Okulasi Varietas Jeruk Manis pada
Berbagai peerbandingan Pupuk kandang”. Media
Litbang Sulteng 4 (2) : 97-104.
1 komentar:
min jujjur saysa kurang puas. seharusnya ini bisa lebih rinci lagi, saya merasa belum mendapatkan informasi yg saya inginkan. klau bisa tambahkan varietas batang baawah nya apa, trus alasannya knp? serta mungkin bisa tambahkan gambar sebagai penambah agar informasi nya bisa dicerna dg enak.
terima kasih
Posting Komentar